News Satu, Madura, Minggu 26 Maret 2017- Berbicara tentang carok dan celurit bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan bagi warga Madura, Jawa Timur. Hal ini muncul di kalangan orang-orang Madura sejak zaman penjajahan Belanda abad 18 M. Carok merupakan simbol kesatria dalam memperjuangkan harga diri (kehormatan). Pada edisi Minggu (26/3/2017), tim redaksi Newssatu.com akan mencoba mengulas tentang carok yang kerapa kali terjadi berbagai daerah di pulau garam Madura.
Pemicu dari carok ini berupa perebutan kedudukan di keraton, perselingkuhan, rebutan tanah, bisa juga dendam turun-temurun selama bertahun-tahun. Pada abad ke-12 M, zaman kerajaan Madura saat dipimpin Prabu Cakraningrat dan abad 14 di bawah pemerintahan Joko Tole, istilah carok belum dikenal. Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud putra Sunan Kudus di abad ke-17 M tidak ada istilah carok.
Senjata celurit mulai muncul pada zaman legenda Pak Sakera. Karena Mandor tebu dari Pasuruan ini, hampir tak pernah meninggalkan celurit setiap pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja. Celurit bagi Sakera merupakan simbol perlawanan rakyat jelata.
Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur, orang-orang bawah mulai berani melakukan perlawanan pada penindas dengan menggunakan Senjata celurit. Saat itulah timbul keberanian melakukan perlawanan.
Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari, kalau dihasut oleh Belanda. Mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda, yang juga sesama bangsa. Karena provokasi Belanda itulah, golongan blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu.
Comment