BUDAYAHEADLINEMADURANEWSREGIONALSUMENEPVISIT SUMENEPWISATA

Tanpa Konsep, Visit Sumenep “Malappae Mano’ Ngabeng”

×

Tanpa Konsep, Visit Sumenep “Malappae Mano’ Ngabeng”

Sebarkan artikel ini
Tanpa Konsep, Visit Sumenep “Malappae Mano’ Ngabeng”
Tanpa Konsep, Visit Sumenep “Malappae Mano’ Ngabeng” (Foto : Syaf Anton, Budayawan)

News Satu, Sumenep, Senin 26 Februari 2018- Pada tahun 2018 Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur (Jatim) mencanangkan program Visit atau Kunjungan Wisata tahun 2018. Namun program tersebut dinilai masih tidak ada konsep maupun grand desain wisata yang ada di bumi Sumekar ini.

Bahkan, program visit Sumenep 2018 yang dicanangkan Pemerintah daerah ini masih belum jelas arahnya, apakah hanya memenuhi target memperbanyak pengunjung wisata baik dari Wisatawan Mancanegara (Wisman) maupun Wisatawan Nusantara (Wisnu). Sebab, hingga saat ini Pemerintah Daerah belum memberikan penjelasan tentang programnya tersebut.

Tidak hanya itu, setiap even yang digelar oleh Pemerintah Daerah tidak membuat  daya tarik Wisman maupun Wisnu, melainkan terkesan hanya buang-buang anggaran saja, seperti Sumenep Mengukir dan Batik On The Sea yang ditempatkan di Pantai Lombang.

“Saya khawatir Visit Sumenep Year 2018 akan menjadi program seperti “malappae mano’ ngabeng” atau membubuhi masakan burung yang belum ada ditangan. Hal ini terlihat sampai saat ini sejumlah even yang digelar Pemkab belum tampak tanda-tanda menarik perhatian publik wisatawan. Jangankan wisatawan manca negara, masyarakat setempatpun gagal paham kemana arah visit itu,” ujar Syaf Anton, Budayawan, Senin (26/2/2018).

Ini sebuah bukti jika Visit Sumenep 2018 tidak memiliki konsep atau grand desain wisata matang dan profesional, sehingga setiap even yang digelar tidak mempengaruhi terhadap peningkatan tahun kunjungan wisata.

“Ini bukti jika Visit Sumenep 2018 hanya sebuah program asal jadi, tanpa adanya konsep yang matang,” tandasnya.

Ia mengatakan, jika memang mau menggaungkan potensi wisata yang ada di Sumenep baik di tingkat nasional maupun internasional, seharusnya Pemerintah Daerah menggelar even yang mampu menarik wisatawan Mancanegara maupun wisatawan Nusantara, seperti pada yang digelar di Pantai Slopeng yang mengadakan kegiatan Jambore Puisi pada tahun 1983.

“Pada saat itu, dampaknya sangat terasa dan Pantai Salopeng menjadi terkenal baik di tingkat Nasional, bahkan Salopeng juga menjadi tujuan wisatawan mancanegara setelah Pantai Lombang,” ungkapanya.

Namun demikian, pada saat itu dibarengi dengan adanya dukungan dari masyarakat dan Ulama, sehingga hanya cukup dikenal saja dan tidak ada pengembangan. Ironisnya pada masa Pemerintahan KH. Ramdhan Siradj, Pantai Salopeng dan Lombang terkesan dibiarkan begitu saja.

“Dua obyek wisata itu dibiarkan begitu saja, entah masalah status tanah dan lainnya, padahal saat itu komunitas Pokdarwis baik di Lombang maupun Salopeng telah dilatih bagaimana cara mengelola kedua pantai itu yang baik,” tuturnya.

Tidak hanya itu saja, tambah Syaf Anton mantan Bupati Sumenep KH. Ramdlan Siraj yang berlatar kiai, bersepakat dengan para Ulama agar pantai Lombang dan Salopeng tidak perlu dilakukan pengembangan dengan alasan takut mengundang maksida dan lebih moderatnya banyak moderatnya daripada manfaatnya.

“Ya akhirnya Lombang dibiarkan begitu sajka, dan tampaknya pemerintah setengah hati mengembangkannya. Ironisnya,  setelah Lombang, lalu beralih ke wilayah lain seperti Gili Iyang, Gili Labek dan terakhir Pantai Sembilan di Kecamatan Giligenteng. Lalu yang mana yang menjadi andalan wisata pantai Sumenep,” pungkasnya. (Roni)

Comment