Sumenep, Sabtu 9 Agustus 2025 | News Satu- Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali menjadi buah bibir. Ironis, daerah dengan cadangan migas melimpah ini tetap bertengger di tiga besar wilayah termiskin di Jawa Timur. Padahal, tahun 2025 ini, total dana dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN, Dana Desa, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Dana Bagi Hasil Migas, hingga CSR perusahaan migas, mengucur hingga ratusan miliar rupiah untuk pengentasan kemiskinan ekstrem.
Namun, temuan investigasi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumenep (BEMSU) justru mengungkap indikasi penyimpangan serius dalam hampir semua program bantuan.
“Angka kemiskinan ekstrem memang turun menjadi 17,08% atau sekitar 188 ribu jiwa dari total 1,1 juta penduduk, tapi dampaknya di lapangan minim. Anggarannya fantastis, tapi kemiskinan masih mengakar,” ujar Salman Alfarizi, Koordinator BEMSU, Sabtu (9/8/2025).
Proyek RTLH dan Jejak Skandal BSPS
Salah satu sorotan adalah Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) senilai Rp 3,1 miliar dari APBD 2025. Sebanyak 75 rumah rusak berat mendapat Rp 25 juta per unit, dan 75 rumah rusak ringan mendapat Rp 15 juta per unit. BEMSU menilai program ini berpotensi mengulang nasib Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari APBN senilai Rp 109 miliar yang sudah terbukti jadi ajang korupsi, hingga menyeret sejumlah pihak ke meja hijau.
“Mulai dari pencairan dana, pengadaan material, sampai penunjukan pendamping teknis, semua ada permainan,” kata Salman.
Data Warga Miskin Tidak Akurat
Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) senilai Rp 13,06 miliar untuk 8.707 penerima juga disorot. BEMSU menemukan banyak warga miskin ekstrem tidak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak diperbarui sejak 2022.
“Kalau datanya salah, penerima ganda dan orang mampu ikut menikmati bantuan itu sangat mungkin terjadi,” tegas Salman.
Dana Desa dan Potensi Korupsi Akar Rumput
Penggunaan minimal 20% Dana Desa untuk ketahanan pangan, senilai Rp 67,1 miliar, dinilai tanpa kontrol ketat. Transparansi rendah dan audit lemah membuka peluang korupsi di tingkat desa.
Beasiswa, UHC, dan DBHCHT Tak Lepas Sorotan
Program beasiswa Rp 390 juta untuk 156 mahasiswa, Program Universal Health Coverage (UHC) senilai Rp 92 miliar, serta penggunaan DBHCHT Rp 62 miliar, disebut rawan penyalahgunaan.
“Banyak keluhan BPJS dari kepulauan, sedangkan program kesejahteraan dari DBHCHT ini juga berpotensi diselewengkan,” ungkap Salman.
Dua Program Bansos Raksasa Jadi Ladang Basah
Program PKH untuk sekitar 47.000 keluarga dan BPNT untuk 60.000 keluarga, masing-masing dengan anggaran ratusan miliar per tahun, disebut rawan pemotongan bantuan oleh oknum.
“Kami sudah mengantongi data dugaan pemotongan bansos dengan alasan administrasi,” tandasnya.
Misteri Dana CSR Migas
Sumenep menerima DBH Migas sekitar Rp 32 miliar, namun Pemkab belum pernah membeberkan transparansi penggunaan dana CSR perusahaan migas.
“Sumenep ini kaya migas, tapi rakyatnya tetap miskin. Transparansi nyaris nol,” tegas Salman.
BEMSU mencatat, jika dijumlahkan, total dana dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN, Dana Desa, DBHCHT, DBH Migas, hingga CSR perusahaan migas di tahun 2025 untuk pengentasan kemiskinan mencapai ratusan miliar.
“Dengan dana sebesar itu, tidak masuk akal kalau kemiskinan ekstrem masih membelit lebih dari 180 ribu warga. Ini bukan semata soal efisiensi, tapi soal integritas,” pungkas Salman. (Roni)
Comment