Sumenep, Minggu 14 September 2025 | News Satu- Aktivis Banteng Dari Timur (BDT) mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan seluruh aktivitas eksploitasi minyak dan gas (migas) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Desakan itu muncul karena kerusakan lingkungan kian parah, sementara manfaat ekonomi dari industri migas dinilai belum dirasakan masyarakat.
Koordinator BDT, Zainullah, menyebut sedikitnya ada empat perusahaan migas beroperasi di Sumenep, yakni PT Kangean Energy Indonesia (KEI), Medco/Santos, Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), dan PT MGA Utama Energi. Namun kontribusi mereka terhadap kesejahteraan warga dinilai minim meski sudah puluhan tahun mengeruk sumber daya alam.
“Kami minta Presiden menghentikan aktivitas pengeboran migas di Sumenep. Ini hanya merusak lingkungan dan tidak ada manfaatnya bagi rakyat,” tegas Zainullah, Minggu (14/9/2025).
Ia menyinggung kajian Kementerian PPN/Bappenas yang menetapkan Pagerungan sebagai kawasan dengan tingkat kerusakan lingkungan tinggi. Namun KEI dinilai tidak transparan membuka data kerusakan, justru berlindung di balik sertifikat Proper Hijau dan izin KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut).
“KKPRL itu hanya legalitas administratif, bukan jaminan perlindungan lingkungan. Prosesnya pun rawan rekayasa politis,” tukasnya.
Kerusakan ekosistem pesisir disebut memukul keras perekonomian nelayan, yang kini kesulitan mencari ikan dan mengalami penurunan pendapatan.
Zen menyoroti potensi pelanggaran KEI terhadap UU No. 22 Tahun 2001, PP No. 35 Tahun 2004, dan Permen ESDM No. 37 Tahun 2016. Regulasi tersebut mewajibkan kontraktor menawarkan 10% Participating Interest (PI) kepada BUMD maksimal 60 hari setelah Plan of Development (PoD) disetujui.
“PI bukan sekadar formalitas, tapi hak ekonomi daerah. KEI jangan main-main dengan aturan,” tegas Zen aktivis yang konsisten mengawal Migas di Kabupaten Sumenep, sejak tahun 2000-an.
Zen juga menuding SKK Migas Jabanusa abai terhadap tuntutan masyarakat dan keluhan nelayan. Bahkan, Pemkab Sumenep disebut tidak bersuara meski masyarakat terdampak.
“SKK Migas Jabanusa lari dari tanggung jawab, dan Pemkab Sumenep diam seribu bahasa,” ujarnya.
Meski data menyebut angka kemiskinan ekstrem Sumenep turun menjadi 17,08% atau sekitar 188 ribu jiwa dari total 1,1 juta penduduk, Zen menyebut kondisi lapangan masih menunjukkan kemiskinan yang mengakar.
“Anggarannya fantastis, tapi dampaknya minim,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam siaran pers (25/6/2025), PT KEI menegaskan seluruh kegiatan mereka legal dan berada di bawah pengawasan SKK Migas serta Kementerian ESDM.
“Kami mengantongi KKPRL dan Proper Hijau. Kami juga mengadopsi standar manajemen lingkungan ISO 14001 sejak 2001,” kata Kampoi Naibaho, Manager Public Government Affairs KEI.
Namun hingga kini, perusahaan belum merespons desakan audit ekologis dan keterbukaan data migas yang diajukan mahasiswa serta masyarakat kepulauan. (Roni)
Comment