Sumenep, News Satu, Senin 30 Juni 2025- Ancaman kerusakan lingkungan di Pulau Pagerungan Besar, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kian tak terbendung. Pulau kecil ini disebut telah mengalami krisis ekologis akibat aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas secara masif oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI).
Direktur Eksekutif Anatomi Pertambangan Indonesia (API), Riyanda Barmawi, menegaskan bahwa sejak awal 90-an, Pulau Pagerungan telah dipaksa menanggung beban ganda, yakni industri migas di lepas pantai serta pembangunan infrastruktur industri yang tak proporsional dengan luas dan kapasitas ekologis pulau.
“Pulau Pagerungan telah melampaui batas daya dukung ekologis. Ini adalah wilayah kecil yang dijadikan ladang eksploitasi migas tanpa perhitungan dampak jangka panjang terhadap lingkungan hidup,” kata Riyanda, seperti yang dilansir dalam metrotvnews.com, Senin (30/6/2025).
Riyanda merujuk kajian Kementerian PPN/Bappenas yang mengklasifikasikan Pulau Pagerungan sebagai bagian dari zona kritis ekologis. Perambahan besar-besaran, lanjutnya, berisiko menyebabkan krisis air tanah, abrasi pesisir, hingga punahnya spesies endemik.
Namun ironisnya, KEI disebut tidak pernah membuka secara publik data dampak kumulatif ekologis. Justru perusahaan berlindung di balik sertifikasi Proper Hijau dan dokumen KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut).
“KKPRL itu hanya mencocokkan rencana perusahaan dengan tata ruang yang bisa diubah lewat politik. Ini bukan perlindungan, tapi pembenaran sistematis atas kerusakan,” tegas Riyanda.
Menurut Riyanda, program CSR dan pemberdayaan masyarakat yang selama ini digembar-gemborkan perusahaan, tak pernah menyentuh akar masalah. Warga Pulau Pagerungan justru masih hidup dalam kondisi memprihatinkan.
“Mereka hanya mendapatkan listrik 2 hingga 10 jam per hari secara bergantian. Di sisi lain, laut mereka rusak, ikan makin sulit dicari. Ini bukan kompensasi, ini perampasan sumber penghidupan,” tandasnya.
Sebagian besar warga Pagerungan adalah nelayan tradisional yang menggantungkan hidup pada laut sekitar. Namun dengan masifnya aktivitas industri, sumber daya laut mereka menyusut drastis.
API menuntut dokumen AMDAL, audit limbah industri, serta kajian risiko ekologis yang dilakukan di Pulau Pagerungan dibuka secara publik. Riyanda juga mendesak pemerintah dan DPR RI untuk turun langsung meninjau kondisi lapangan.
“Jika kerusakan lingkungan dibungkus dalam retorika izin dan penghargaan, maka kita patut curiga: yang dilindungi bukan alam, melainkan kepentingan komersial,” tukasnya.
Sebelumnya, Manager Public Government Affair, dalam rillis resminya Rabu (25/6/2025), Kampoi Naibaho, menyebut bahwa mereka adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk langsung oleh Pemerintah Indonesia melalui SKK Migas dan Kementerian ESDM. KEI mengklaim semua kegiatan survei seismik dan eksplorasi mereka sudah sesuai aturan hukum, diawasi ketat, dan berbasis pada izin sah seperti Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“Kami beroperasi secara legal, telah mengantongi KKPRL, dan dua kali berturut-turut menerima Proper Hijau dari KLHK,” ujarnya.
Sesuai Pasal 23 UU PWP3K, kegiatan migas diperbolehkan di wilayah pulau kecil selama tidak berada di zona konservasi dan telah memiliki izin lokasi, serta izin pengelolaan yang sah.
“Kami sudah mendapatkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), yaitu izin yang memastikan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang laut dengan Rencana Tata Ruang (RTR) dan/atau Rencana Zonasi (RZ) yang ada. KKPRL merupakan persyaratan dasar untuk perizinan berusaha dan non-berusaha terkait pemanfaatan ruang laut, baik di perairan
pesisir maupun wilayah yurisdiksi,” sebutnya.
KEI juga mengklaim selama 2 tahun berturut-turut (2023-2024) KEI mendapatkan peringkat lingkungan Proper Hijau
dari Kementerian Lingkungan Hidup, yang artinya KEI melebihi pemenuhan persyaratan aturan
yang ada. KEI menjalankan sistem manajemen lingkungan dan sejak tahun 2001 telah menerima sertifikat ISO 14001 (Standar Manajemen Lingkungan), dan masih dapat dipertahankan hingga saat ini.
“Kami juga secara konsisten melaksanakan monitoring lingkungan dengan melibatkan instansi terkait dan perguruan tinggi yang kridibel di bidangnya,” pungkasnya.
Bahkan, menurutnya Program Pengembangan Masyarakat (PPM) telah dijalankan dengan melibatkan masyarakat dan semua pihak terkait sehingga diharapkan ada sinergitas program pembedayaan masyarakat
dengan pemerintah serta masyarakat dan stakeholder lainnya. (Roni)
Comment