News Satu, Kota Depok, Jumat 19 Mei 2017- Kelompok Studi Ekonomi Islam ( KSEI ) ISEF SEBI staff divisi penelitian dan pengembangan ( Litbang ) melakukan ekspansi pasar didaerah parung untuk mengadakan riset guna mengetahui sumber modal yang didapat oleh para pedagang, di Pasar Parung, Kota Depok, Jawa Barat (Jabar). Selain untuk mengetahui sumber modal ekspansi ini sebagai wujud pengabdian para mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI selaku ekonom muda untuk berkiprah di masyarakat.
Pasar merupakan sarana bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Pasar memfasilitasi perdagangan dan memungkinkan adanya distribusi dan alokasi adanya sumber daya dalam masyarakat. Pasar mengizinkan semua item untuk diperdagangkan kecuali barang yang dilarang untuk diedarkan.
Saat ini kebanyakan orang memilih untuk berdagang dikarenakan berdagang merupakan perniagaan yang dinilai sangat menguntungkan terlebih lagi jika barang yang diperjualbelikan merupakan kebutuhan pokok yang sudah pasti setiap orang akan membeli.
Berdagang sangat menguntungkan jika modal diperoleh dari asset pribadi tanpa harus meminjam kepada lembaga keuangan bank maupun non bank. Berdasarkan penelitian staff divisi Litbang KSE IsEF SEBI sebagian pedagang di pasar parung memperoleh modal usaha dari bank keliling.
Adanya bank keliling sebenarnya sangat membantu, namun sistem operasi bank keliling menyimpang dari aturan yang menyebabkan pedagang merasa dirugikan karena adanya pengembalian lebih dari pokok pinjaman.
Sebenarnya para pedagang tidak mau meminjam uang kepada bank keliling dikarenakan mereka sadar bahwa bank keliling hanya memikirkan keuntungan terhadap pihaknya. Bank keliling tidak tahu menahu mengenai persolaan kerugian yang dialami pedagang yang terpenting ketika jatuh tempo pembayaran para pedagang harus membayar, jika terlambat dalam pembayaran maka bunga yang dibebankan bertambah.
“Sebenarnya kami tidak mau minjam ke bank keliling tetapi mau bagaimana lagi yang memberikan kemudahan pinjaman hanya bank keliling, saya pernah mengajukan pinjaman ke salah satu bank syariah tapi persyaratannya membuat saya malas dan dana yang dikeluar bank juga lama cairnya,” kata Tanto salah seorang penjual ikan di pasar Parung.
Ia berharap, pemerintah harus membuat suatu kebijakan peminjaman yang tidak terlalu susah persyaratanya dikarenakan orang awam seperti kami masih belum paham mengenai syarat dan ketentuan dalam perbankan .
Bagaimana mungkin perekonomian sebuah negara dapat berkembang, jika riba masih beredar dikalangan masyarakat. Praktek riba sangatlah dilarang karena riba menyebabkan perekonomian terpuruk, bagaimana tidak riba hanya menguntungkan pihak pemberi pinjaman.
Sedangkan pihak yang meminjam mereka bekerja tetapi mereka tidak bisa menikmati hasil dari jerih payahnya. Inilah yang menyebabkan ketimpangan ekonomi terjadi, hanya orang yang memiliki banyak uanglah yang mampu menguasai perekonomian. Padahal islam sangat menghargai orang – orang yang bekerja.
“Ya memang harus ada kebijakan dari pemerintah dalam pemberian pinjaman kepada para pedagang,” ungkapnya.
Sungguh memprihatinkan ketika riba sudah menjadi tabu dikalangan masyarakat, riba melahirkan uang yang tidak memiliki akar dalam teori produksi nasional. Praktik riba merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi hasrat kebutuhan ekonomi seseorang tidak segan – segan meminjam uang dengan bunga tinggi walau pada kenyataannya ia tidak dapat membayar pinjaman dan akhirnya dikerjar – kejarlah ia oleh kreditur yang menyebabkan harga dirinya rendah di masyarakat.
Jika dalam pasar masih terdapat pinjaman dari bank keliling, maka tidak ada yang mampu menjamin perekonomian ini akan tumbuh. Dari ekspansi pasar ini diharapkan pemerintah lebih memperhatikan mekanisme pemberian pinjaman modal kepada pedagang kecil dikarenkaan dari semangat kerja para pedagang terdapat harapan untuk tumbuh kembangnya perekonomian bangsa. (Azka)
Comment