Jakarta, Minggu 19 Oktober 2025 | News Satu- Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki hak prerogatif penuh untuk mengevaluasi dan mengganti para menteri di kabinetnya. Ia menyebut, para menteri merupakan pembantu presiden yang diangkat dan diberhentikan sepenuhnya oleh kepala negara.
“Para menteri adalah pembantu Pak Presiden,” tegas Said Abdullah dalam keterangan tertulis yang diterima media, Minggu (19/10/2025).
Politikus PDI Perjuangan asal Madura itu menjelaskan bahwa keputusan reshuffle merupakan langkah strategis yang hanya dapat dilakukan oleh Presiden. Namun, menurutnya, perlu ada sistem evaluasi kinerja yang terukur agar setiap menteri dapat dinilai secara objektif.
“Presiden memiliki Kantor Staf Presiden, Sekretariat Kabinet, bahkan staf khusus di berbagai bidang. Organisasi teknis itu sebenarnya bisa menyusun Key Performance Indicator (KPI) untuk menilai apakah seorang menteri bekerja dengan baik atau tidak,” ujar Said.
Said menilai, KPI penting diterapkan agar setiap menteri memiliki ukuran keberhasilan yang jelas, meliputi target kinerja, dukungan organisasi, alokasi anggaran, dan tenggat waktu pelaksanaan program.
“Misalnya, KPI disepakati untuk disampaikan setiap enam bulan sekali guna mengukur progres kerja menteri. Dengan begitu, evaluasinya menjadi objektif. Baik yang mengevaluasi maupun yang dievaluasi sama-sama memiliki pegangan yang jelas,” tambahnya.
Politisi Senior PDI Perjuangan menekankan bahwa mekanisme evaluasi berbasis indikator akan menciptakan transparansi dan akuntabilitas di lingkungan kabinet. Ia menilai, dengan sistem ini, para menteri tidak akan merasa diperlakukan secara sepihak jika terjadi reshuffle kabinet.
“Kalau ada menteri yang dievaluasi karena kinerjanya kurang baik, tentu ia tidak akan kecewa karena prosesnya berbasis indikator yang disepakati bersama. Presiden juga dapat menilai secara obyektif kinerja anak buahnya,” kata Said.
Lebih lanjut, Said mengingatkan pentingnya menghindari kinerja kamuflatif, yakni pencitraan semu yang tampak hebat di publik, namun tidak memberikan perubahan nyata bagi masyarakat.
“Yang saya maksud kinerja kamuflatif adalah kinerja yang seolah-olah hebat di mata rakyat karena sering tampil di publik, tetapi kebijakan atau tindakannya tidak menghasilkan perubahan struktural sebagaimana yang dijanjikan Pak Presiden dalam Asta Cita-nya,” pungkasnya. (Den)