Jakarta, News Satu, Sabtu 12 Juli 2025- DPR RI meminta pemerintah Indonesia untuk membawa strategi baru yang lebih menjanjikan dalam menghadapi kebijakan tarif 32% dari Amerika Serikat (AS) terhadap produk ekspor nasional. Langkah ini mendesak dilakukan setelah negosiasi sebelumnya gagal menghentikan kebijakan proteksionis Presiden AS, Donald Trump.
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menyatakan bahwa pemerintah perlu memahami prioritas AS, termasuk keinginan agar perusahaan Indonesia membuka fasilitas manufaktur di AS serta upaya menekan defisit perdagangan AS terhadap Indonesia.
“Neraca dagang Indonesia terhadap AS mencatat surplus US$6,42 miliar atau setara Rp104,9 triliun. Ini salah satu poin tekanan yang harus dijawab secara strategis oleh pemerintah,” ujar Said di Jakarta, Sabtu (12/7/2025).
Said Abduillah juga menekankan perlunya percepatan diversifikasi pasar ekspor, khususnya bagi komoditas yang terdampak langsung kebijakan tarif tinggi. Menurutnya, kawasan BRICS, Eropa, Amerika Latin, dan Afrika perlu dijajaki sebagai pasar pengganti yang lebih berkelanjutan.
“Produk ekspor andalan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, karet, kakao, dan peralatan listrik selama ini sangat bergantung pada pasar AS. Dengan tarif 32%, banyak produk tak layak jual dari sisi harga,” ucap Politisi PDI Perjuangan ini.
Lebih lanjut Politisi asal pulau Madura ini, menilai pemerintah harus mengambil posisi aktif dalam memperkuat kerja sama multilateral, terutama melalui World Trade Organization (WTO) dan forum seperti G20 tanpa keterlibatan AS.
“AS sekarang seolah memusuhi hampir semua negara, bahkan sekutu terdekatnya. Pemerintah bisa memimpin konsolidasi global untuk membentuk blok perdagangan baru yang adil,” tandasnya.
Said Abdullah yang dikenal selalu mendengarkan aspirasi masyarakat, menyebut langkah multilateral akan membuka peluang untuk membangun pasar baru bersama negara-negara yang juga dirugikan kebijakan proteksionis Trump.
“Dengan membangun aliansi dagang baru, negara-negara terdampak tak perlu bergantung pada AS. Kita bisa menciptakan arus dagang baru yang saling menguntungkan,” tegasnya.
Said mengingatkan bahwa AS di bawah Trump telah mengabaikan pranata internasional, termasuk WTO, IMF, dan Bank Dunia. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia mengambil peran sebagai pelopor penyelesaian multilateral di bidang perdagangan, moneter, dan keamanan.
“Kita tidak boleh lagi terpaku pada mekanisme yang diabaikan kekuatan besar. Indonesia harus hadir sebagai motor penyelesaian global berbasis keadilan,” tukasnya.
Di sisi domestik, DPR juga mendesak pemerintah mempercepat program ketahanan pangan, energi, dan moneter. Ketiga sektor ini dinilai masih sangat rentan terhadap tekanan global karena ketergantungan impor dan dominasi dolar AS dalam sistem pembayaran.
“Indonesia harus mulai memperluas sistem pembayaran internasional dan kurangi ketergantungan terhadap dolar. Ini bagian dari strategi melindungi ekonomi nasional,” pungkasnya. (Den)
Comment