HEADLINENEWSPAMEKASANREGIONAL

Media dan Advokat Sikapi Popularitas Instan di Era Digitalisasi

×

Media dan Advokat Sikapi Popularitas Instan di Era Digitalisasi

Sebarkan artikel ini
Media dan Advokat Sikapi Popularitas Instan di Era Digitalisasi
Media dan Advokat Sikapi Popularitas Instan di Era Digitalisasi

News Satu, Pamekasan, Jum’at 3 September 2021- Jika dicermati dengan mengamati dinamika Media Sosial (Medsos), hampir semua konten yang trending beberapa diantaranya selalu mengundang kontroversi. Nama baru bermunculan dan menjadi terkenal, baik itu nama asli maupun nama inisial dari pemilik kontennya.

Hal ini memberikan pelajaran bahwa untuk menjadi terkenal bisa dengan cara serba ala instan. Walaupun dengan sebuah perspektif negative atau bahkan ektrimnya antisosial.

Suatu penggambaran kontradiktif dari realitas kondisi bangsa yang seharusnya tidak terjadi itu dikupas dalam dialog bersama kalangan media siber dan pelaku hukum di bidang Cyber Law di kabupaten Pamekasan Jawa timur.

Dalam kondisi yang demikian, menurut Dedy Hariyadi Sahrul yang jadi pembicara kala itu, tentunya berimbas kepada perilaku masyarakat setempat. Ekses nyata adalah perilaku social dengan model ‘mie instan’. Tidak sedikit Masyarakat yang minim edukasi dan literasi digital menirukan apa yang ditayangkan.

Semisal dari yang sederhana saja diantaranya gaya hidup mewah, Berbusana dengan tanpa batas kesusilaan, bahkan yang memprihatinkan banyak remaja yang kemudian banyak membuat konten yang asocial, pornograpi dan bahkan konten yang melanggar hukum.

“Minimnya literasi digital dan motivasi pansos dari creator ala mie instan ini benar-benar mempengaruhi pola hidup masyarakat dan dengan serta merta menularlah budaya ‘mie instan’ ini dengan melupakan kerja keras untuk mencapai keberhasilan,” ungkapnya, Jum’at (3/9/2021).

Dalam teori komunikasi, menurutnya suatu pesan akan berhasil mempengaruhi apabila dilakukan berulang-ulang. Melihat marak beredarnya status dan konten di social media yang model ‘mie instan’ ini tentu tidak bisa dibayangkan akibatnya kemudian.

“Lebih-lebih konten tersebut dibuat dengan kemasan yang bervariasi. Sebut saja, Vlog, Podcast, atau bahkan ala-ala cinematic,” tunas dihadapan media.

Tentu, pesan yang disampaikan akan lebih mudah dan cepat ditangkap dan ditiru. Nah, penangkapan pesan yang berasal dari model ‘mie instan’ itu kemudian dibangun dalam pola pikir, sikap dan ditiru dalam tingkah laku. Pengaruh yang telah merasuki itu mau tidak mau menghadapkan tanpa pikir panjang dalam memilah dan memilih.

“Inilah yang membuat dinamika Sosial Media menjadi rumit! Menghendaki budaya literasi yang belum tertanam untuk menandingi budaya menonton konten ‘mie instan’ yang banyak juga didorong semangat kapitalisme amatlah kecil keberhasilannya,” paparnya.

Bahkan, kapitalisme ibarat peluru yang mengepung dari segala penjuru. Oleh sebab itu, setiap individu harus menghadapinya jika tidak ingin tergilas karenanya.

Dalam pandangannya, langkah pemerintah melalui program Literasi Digitalnya tidaklah cukup mampu. Itu apabila tidak pula dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat yang sadar bahwa bahaya negatif dari social media begitu nyata dan bakal merusak mentalitas bangsa.

Baginya saat bertukar pikiran dengan anggota Ikatan Wartawan Online atau Iwo Pamekasan, hubungan satu lawan satu dalam menghadapi kondisi yang demikian itu tak lain adalah memasukkan nilai-nilai tandingan.

Senada dengannya, Wahyudi perwakilan PD Iwo Pamekasan juga menggambarkan contoh konkritnya. Seperi nilai-nilai perjuangan keras mencapai cita-cita dalam kondisi sulit. Diantaranya semisal karya-karya sinemais tentang remaja yang berjuang keras untuk terus bersekolah walau harus berjualan koran, merupakan nilai yang harus disandingkan dalam budaya ‘mie instan’ tersebut.(Yudi)

Comment