Probolinggo, News Satu- Sebuah tambang tanah keras seluas 29 hektar di Desa Pamatan, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo, yang telah mengantongi izin resmi, menjadi sorotan publik. Sidak gabungan Komisi III DPRD dan Muspika Tongas menguak persoalan pelik, yakni kerusakan jalan, dugaan minimnya kontribusi pajak, dan ketimpangan manfaat ekonomi bagi warga.
Kunjungan mendadak yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPRD Probolinggo, Mochammad Al-Fatih, bukan tanpa alasan. Aduan masyarakat yang mengeluhkan rusaknya infrastruktur jalan akibat aktivitas truk tambang berat menjadi alarm awal yang mendorong inspeksi lapangan.
“Kami menerima laporan dari warga, dan setelah turun langsung, memang ditemukan kerusakan signifikan pada jalan kabupaten yang diduga akibat truk-truk bertonase besar dari tambang ini,” kata Al-Fatih, Sabtu (24/5/2025).
Tak hanya soal jalan, yang lebih mencengangkan adalah temuan potensi kerugian pendapatan daerah. Dari luasan tambang 29 hektar, DPRD memperkirakan potensi pajak yang seharusnya bisa mencapai Rp 500 juta. Namun realisasi yang tercatat di laporan resmi hanya sekitar Rp 4 juta.
“Ini janggal. Kalau dibiarkan, bukan hanya daerah yang rugi, tapi juga akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan sumber daya alam yang adil,” tegas Al-Fatih.
Ia menyebut bila pengelola tambang tidak segera memperbaiki komitmen pajak dan sosial, DPRD tak segan merekomendasikan penghentian sementara aktivitas tambang.
“Kalau tidak patuh aturan, kita tutup. Ini sudah masuk ranah hukum perdata,” tandasnya.
Sidak kali ini menjadi pintu masuk pengawasan yang lebih ketat. DPRD mengusulkan evaluasi reguler atas seluruh izin tambang di Probolinggo, terutama yang berada dekat permukiman. Pemerintah juga diimbau lebih aktif memastikan bahwa kontribusi sektor pertambangan tidak hanya berhenti di angka, tetapi nyata dirasakan masyarakat.
“Kita tidak anti-investasi. Tapi tambang harus membawa manfaat, bukan malah menciptakan ketimpangan,” tukasnya.
Pihak CV Yuslury Benta, melalui General Affair-nya, Afan, mengakui bahwa kerusakan jalan menjadi persoalan serius. Ia menyebut, kondisi ini tidak hanya merugikan warga, tetapi juga menurunkan minat pembeli tanah dari luar daerah karena sulitnya akses.
“Kita segera tanggapi. Perbaikan jalan jadi prioritas kami,” ujar Afan.
Sebagai langkah korektif, perusahaan menyatakan siap meningkatkan pembayaran pajak sesuai ketentuan dan mendukung pemasangan portal pembatas tonase kendaraan maksimal 8 ton, seperti yang direncanakan pemerintah setempat.
Meskipun telah memiliki izin produksi, polemik tambang ini menyoroti dilema klasik di banyak daerah, legalitas operasi versus ketimpangan tanggung jawab sosial. Pemerintah daerah memang memberikan ruang investasi dan eksplorasi sumber daya alam, namun ketika dampaknya justru menyulitkan masyarakat lokal, maka fungsinya sebagai penopang kesejahteraan patut dipertanyakan. (Bambang)
Comment