HEADLINEJATIMMADURAMIGASNEWSNEWS SATUPEMERINTAHANREGIONALSUMENEP

30 Tahun Lebih PT KEI Kuras Migas Di Sapeken, Rakyat Sumenep Hanya Kebagian Derita

×

30 Tahun Lebih PT KEI Kuras Migas Di Sapeken, Rakyat Sumenep Hanya Kebagian Derita

Sebarkan artikel ini
30 Tahun Lebih PT KEI Kuras Migas Di Sapeken, Rakyat Sumenep Hanya Kebagian Derita
30 Tahun Lebih PT KEI Kuras Migas Di Sapeken, Rakyat Sumenep Hanya Kebagian Derita

Sumenep, News Satu, Rabu 25 Juni 2025- Sejak akhir 1993, suara gemuruh bor migas menggema di Pulau Pagerungan Besar, Kecamatan Sapeken, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Blok migas yang kini dikelola PT Kangean Energi Indonesia (KEI) Ltd itu telah menjadi ladang emas bagi negara dan korporasi, namun justru meninggalkan pertanyaan besar bagi masyarakat lokal “Kami dapat apa?”

Puluhan tahun eksploitasi berjalan. Energi dikuras habis, miliaran dolar diangkut keluar pulau. Tapi infrastruktur dasar di Sapeken masih memprihatinkan. Sementara itu, angka produksi migas yang dulu membanggakan, kini terjun bebas.

Data dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM RI menunjukkan bahwa Blok Pagerungan Besar sudah masuk fase decline, yakni ada tahun 2020, minyak hanya 68 BOPD, kemudian pada tahun 2021 turun jadi 64 BOPD, dan 2022 makin anjlok ke 55 BOPD

Kondisi ini menelanjangi realitas menyakitkan. Blok migas terbesar di ujung timur Madura tak memberi daya ungkit berarti bagi masyarakat sekitarnya.Sekolah rusak, akses air bersih terbatas, transportasi laut seadanya, dan listrik pun masih tak merata. Pulau-pulau kecil seperti Sakala, Pagerungan Kecil, hingga Sabuntan tetap berkutat pada masalah dasar.

Padahal, selama tiga dekade, keuntungan mengalir deras ke pusat dan perusahaan. Warga lokal hanya menyaksikan kapal-kapal pengangkut energi lewat di depan rumah mereka, tanpa pernah tahu berapa sebenarnya hak mereka dari kekayaan alam ini.

Kini, dengan turunnya produksi di Pagerungan Besar, PT KEI Ltd mengandalkan Blok Terang Sirasun Batur (TSB) sebagai tumpuan baru. Lagi-lagi, lokasi produksi berada di sekitar Madura Timur. Namun, apakah nasibnya akan sama? Eksploitasi berlangsung, namun hak-hak dasar warga tetap dibiarkan terbengkalai?**

“Kami sudah 30 tahun cuma jadi penonton. Yang kaya Jakarta, yang merusak kami,” ujar Ketua Masyarakat Urban Kangean – Bali, Rahman Fauzan, Rabu (25/6/2025).

Menurut Cak Rahman Fauzan, setidaknya ada beberapa alasan masyarakat menolak survei seismik dan seluruh rangkaian rencana eksploitasi migas di Pulau Kangean. Pertama, meningkatkan resiko pencemaran laut dan merusak ekosistem laut. Kedua, mengancam mata pencaharian ribuan nelayan. Ketiga, mengabaikan hak masyarakat lokal sehingga bertentangan dengan prinsip pencegahan bahaya lingkungan hidup dan keadilan ekologis antar generasi.

“Di sisi lain masyarakat memiliki kekhawatiran penuh bahwa dampak dari operasi baru di lokasi yang berbeda akan lebih besar dan hanya menanggung dampak buruk terhadap janji – janji industri migas” Tegasnya.

Lanjut Rahman, kegiatan tambang di pulau kecil secara tegas dilarang oleh UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – pulau Kecil. Pada pasal 23 ayat (2) disebutkan bahwa pemanfaatan pulau – pulau kecil dan perairan sekitarnya diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

“Begitu juga pasal 35 huruf (j) secara langsung atau tidak langsung melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitar. Dalam regulasi tersebut bahwa pulau kecil seharusnya tidak digunakan untuk kegiatan pertambangan karena dianggap rentan dan memiliki ekosistem yang harus dilindungi,” tandasnya.

Hal yang sangat penting untuk diperhatikan pula yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menjadi dasar sebagai prasyarat mutlak sebelum suatu kegiatan dapat dimulai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan perubahannya dalam PERPPU Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

“Diperkuat juga oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menegaskan pelarangan aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil,” tukasnya.

Bahkan, MK menyatakan bahwa perlindungan terhadap pesisir dan pulau kecil merupakan bagian dari tanggung jawab negara terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan sumber daya alam, mengacu kepada UU Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga mendefinisikan pulau kecil sebagai pulau dengan luas kurang dari atau sama dengan 2.000 km2, sedangkan luas pulau kangean hanya 648,6 km2.

“Kami Masyarakat Urban Kangean – Bali menolak secara tegas segala kegiatan dalam bentuk apapun yang akan dilakukan oleh PT Kangean Energi Indonesia (KEI) dan mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek tersebut. Jangan menunggu bencana mendekat seperti yang dialami Republik Nauru,” pungkasnya. (Roni)

Comment