Sumenep, Sabtu 8 November 2025 | News Satu- Badan Eksekutif Mahasiswa Sumenep (BEMSU) membantah keras pemberitaan sejumlah media online yang menyebutkan bahwa mahasiswa telah sepakat dan memahami kegiatan hulu migas di wilayah Kabupaten Sumenep. BEMSU menilai, informasi tersebut merupakan bentuk pemelintiran fakta dan upaya manipulasi opini publik oleh pihak-pihak tertentu yang ingin melegitimasi aktivitas industri migas di Madura.
“Kami menolak keras rilis yang menyebut seolah-olah mahasiswa sudah sejalan dengan pihak migas. Itu tidak benar. Kami datang untuk mempertanyakan, bukan menyetujui,” tegas Salman Farid, Koordinator BEMSU, dalam keterangan pers yang diterima, Sabtu (8/11/2025).
Menurutnya, pertemuan antara BEMSU, SKK Migas Jabanusa, dan kontraktor migas bukanlah forum persetujuan, melainkan wadah kritik dan desakan agar korporasi serta pemerintah bertanggung jawab atas dampak sosial dan lingkungan yang timbul akibat eksplorasi migas di wilayah kepulauan Sumenep.
“Kami hadir untuk menagih tanggung jawab sosial mereka kepada rakyat,” tegas Salman.
Sekretaris Jenderal BEMSU, Hidayat, menyatakan bahwa pertemuan tersebut justru membuka mata bahwa pihak perusahaan dan pemerintah belum memahami makna transparansi dan partisipasi publik.
“Banyak masyarakat kepulauan dan nelayan bahkan tidak tahu apa yang sedang dilakukan di wilayahnya, apalagi merasakan manfaat,” ujarnya.
Menurut Hidayat, pemerintah daerah seharusnya hadir sebagai pelindung rakyat, bukan penjaga kepentingan investasi.
“Tidak ada keadilan jika pembangunan hanya dilihat dari sisi investasi. Ini soal kemanusiaan dan tanggung jawab negara,” ujarnya menegaskan.
Koordinator Isu Budaya BEMSU, M. Rofiqul, menegaskan bahwa mahasiswa tidak menolak keberadaan migas, tetapi menolak pengelolaan yang abai terhadap kesejahteraan rakyat.
“Benar, minyak dan gas itu milik negara. Tapi jangan lupa, negara itu rakyat. Kalau rakyat tidak sejahtera, maka pengelolaan migas itu gagal memenuhi amanat konstitusi,” tandasnya.
BEMSU juga menyebut bahwa klaim transparansi yang digaungkan oleh SKK Migas dan kontraktor hanyalah narasi kosmetik.
“Tidak ada keterbukaan kalau masyarakat tidak bisa mengakses dokumen dan data dampak lingkungan,” imbuhnya.
Mahasiswa mendesak Pemkab Sumenep agar tidak berdiam diri melihat ketimpangan dan ketertutupan dalam pengelolaan migas.
“Pemerintah daerah harus berdiri di pihak rakyat, bukan menjadi corong korporasi,” tukasnya.
BEMSU menegaskan akan terus mengawal isu migas di Sumenep sebagai bagian dari perjuangan mahasiswa terhadap kedaulatan energi dan keadilan sosial.
“Selama rakyat belum menjadi pusat dari kebijakan pembangunan, kami tidak akan diam dan tidak akan berhenti bersuara,” tutup pernyataan resmi BEMSU. (Robet)














Komentar