News Satu, Bangkalan, Rabu 29 Januari 2020- Pada masa Pra Islam berlangsung hingga pemerintahan Cakraadiningrat VI. Bangkalan, Jawa Timur, termasuk Madura Barat yang dominan beragama Hindu dan Budha. Wilayahnya meliputi dari Plakaran Ke Arosbaya, Pragalba ke Pratanu (Lemah Dhuwur).
Cakraningrat I, Anak Angkat Sultan Agung menjadi raja di Madura Barat (Bangkalan, red). Masa itu, Bangkalan lebih dikenal dengan sebutan Madura Barat, kemungkinan lebih ditekankan pada alasan geografis karena Kabupaten Bangkalan memang terletak di ujung barat Pulau Madura.
Pulau Madura memang sudah terbagi sejak sebelum masa masuknya agama Islam. Bahkan, tiap bagian memiliki sejarah dan legenda sendiri. Menurut legenda, sejarah Madura barat bermula dari munculnya seorang raja dari Gili Mandangin (sebuah pulau kecil di selat Madura) atau lebih tepatnya di daerah Sampang.
Nama raja tersebut adalah Lembu Peteng, yang masih merupakan putra Majapahit hasil perkawinan dengan putri Islam asal Campa. Lembu Peteng juga seorang santri Sunan Ampel dan dikenal sebagai penguasa Islam pertama di Madura Barat.
Dalam perkembangan sejarahnya, Madura pernah diperintah oleh penguasa non muslim, berasal dari kerajaan Singasari dan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan Tome Pires (1944: 227) yang mengatakan, pada permulaan dasawarsa abad ke-16, raja Madura belum masuk Islam.
Dia adalah seorang bangsawan mantu Gusti Pate dari Majapahit. Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan arkeologis, baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda. Temuan tersebut ditemukan di Desa Kemoning, berupa sebuah lingga yang memuat inskripsi.
Namun, sayangnya tidak semua baris kalimat dapat terbaca. Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut, pada baris pertama tertulis, I Caka 1301 (1379 M), dan baris terakhir tertulis, Cadra Sengala Lombo, Nagara Gata Bhuwana Agong (Nagara: 1, Gata: 5, Bhuwana: 1, Agong: 1).
Comment