HEADLINEJAKARTANASIONALNEWSNEWS SATUPEMERINTAHAN

DPR Pilih Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta, Said Abdullah Sebut Lebih Efisien Daripada RJA

×

DPR Pilih Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta, Said Abdullah Sebut Lebih Efisien Daripada RJA

Sebarkan artikel ini
DPR Pilih Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta, Said Abdullah Sebut Lebih Efisien Daripada RJA
DPR Pilih Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta, Said Abdullah Sebut Lebih Efisien Daripada RJA

Jakarta, Rabu 20 Agustus 2025 | News Satu- Polemik fasilitas rumah jabatan anggota DPR (RJA) kembali mencuat. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menegaskan pemberian tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan lebih efisien dibandingkan mempertahankan rumah jabatan yang ada di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.

Menurut Said, biaya pemeliharaan rumah jabatan justru membebani anggaran negara.

“Lebih baik tunjangan perumahan daripada ratusan miliar setiap tahun untuk memperbaiki RJA. Biaya rehabilitasi, taman, keamanan, hingga perawatan rumah jabatan itu sangat besar,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

MH Said Abdullah menilai, opsi tunjangan perumahan lebih hemat dan transparan. Bahkan, Politisi PDI Perjuangan ini menyebut rumah jabatan dapat dikembalikan ke negara agar dimanfaatkan oleh pejabat eselon lain yang belum memiliki fasilitas perumahan.

“DPD itu sudah lebih dulu dapat tunjangan perumahan. Maka, wajar DPR juga mengikuti pola yang lebih realistis dan tidak membebani APBN,” tegasnya.

Polemik Anggaran dan Transparansi

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menegaskan bahwa gaji pokok anggota DPR periode 2024-2029 tidak mengalami kenaikan signifikan. Gaji pokok masih berkisar Rp 6,5–7 juta. Namun, Adies mengakui adanya kenaikan di komponen tunjangan, termasuk tunjangan beras yang naik dari Rp 10 juta menjadi Rp 12 juta serta tunjangan transportasi (bensin) dari Rp 4-5 juta menjadi Rp 7 juta.

Dengan tambahan tunjangan perumahan Rp 50 juta, anggota DPR kini menerima penghasilan total sekitar Rp 70 juta per bulan. Kebijakan ini memicu perdebatan publik karena dianggap kontras dengan kondisi masyarakat yang masih menghadapi inflasi, kenaikan harga bahan pokok, serta tingginya angka kemiskinan di beberapa daerah.

Pengamat politik menilai DPR harus memastikan bahwa kebijakan tunjangan tersebut memiliki landasan akuntabilitas dan transparansi, agar tidak menimbulkan citra negatif di mata rakyat.

“Persoalan bukan hanya soal efisiensi anggaran, tetapi juga kepercayaan publik. Apakah benar tunjangan perumahan lebih hemat? Apakah ada audit terbuka terkait biaya perawatan rumah jabatan sebelumnya?” kata seorang analis kebijakan publik dari Universitas Indonesia.

DPR Diminta Lebih Sensitif terhadap Kondisi Rakyat

Di tengah polemik, sejumlah pihak menilai DPR perlu lebih sensitif dengan kondisi rakyat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru menunjukkan masih ada jutaan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

“Rakyat sedang menghadapi beban hidup, sementara anggota dewan menerima tunjangan yang fantastis. DPR seharusnya memikirkan efisiensi sekaligus empati kepada masyarakat,” ujar aktivis mahasiswa dari BEM Nusantara.

Debat publik terkait fasilitas anggota DPR diprediksi akan terus mengemuka. Namun, bagi Said Abdullah, keputusan memberikan tunjangan perumahan Rp 50 juta adalah langkah realistis dibandingkan menghabiskan ratusan miliar untuk rehabilitasi rumah jabatan yang dianggap tidak lagi layak mendukung kinerja anggota dewan. (Den)

Comment