Sumenep, Kamis 16 Oktober 2025 | News Satu-Gelombang perlawanan terhadap eksploitasi migas di wilayah kepulauan timur Sumenep, Madura, Jawa Timur, semakin meluas. Aktivis dan nelayan dari Kepulauan Raas dan Kangean mendesak Presiden Prabowo Subianto serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencabut izin operasional PT Kangean Energy Indonesia (KEI). Mereka menilai, selama tiga dekade aktivitas eksploitasi migas di Blok Pagerungan Besar hanya menguntungkan korporasi, sementara masyarakat lokal tetap hidup dalam kemiskinan.
Puluhan tahun sudah energi alam dikuras dari perut bumi Madura bagian timur. Namun di balik aliran miliaran dolar yang dihasilkan dari Blok Migas Pagerungan Besar, rakyat Kepulauan Sumenep belum merasakan dampak nyata pembangunan.
“Blok migas ini sudah seperti ladang emas bagi negara dan korporasi, tapi rakyat hanya bisa bertanya: kami dapat apa?” tegas Andi Kholis, Koordinator Gerakan Peduli Masyarakat Sumenep (GPMS), Kamis (16/10/2025).
Andi menyebut kondisi di wilayah Sapeken dan Raas masih memprihatinkan. Sekolah rusak, akses air bersih terbatas, transportasi laut seadanya, dan listrik belum menjangkau seluruh permukiman.
“Energi terus diangkut keluar pulau, tapi masyarakat tetap bergelap dan hidup miskin. Kalau ini disebut pembangunan, maka itu pembangunan yang pincang,” ujarnya.
Situasi tersebut membuat 275 nelayan di Kepulauan Kangean melakukan aksi pengepungan kapal milik PT KEI di perairan Kangean. Mereka menolak aktivitas survei seismik 3D yang dinilai berpotensi merusak ekosistem laut dan mengancam wilayah tangkap ikan nelayan.
“Aksi warga ini adalah akumulasi kekecewaan panjang terhadap eksploitasi sumber daya alam tanpa keadilan sosial,” tandas Andi.
Selain kerusakan ekologi, warga juga mempersoalkan tidak transparannya program Corporate Social Responsibility (CSR) serta Participating Interest (PI) 10 persen yang seharusnya menjadi hak daerah.
“UU No. 22 Tahun 2001 dan Permen ESDM No. 37 Tahun 2016 jelas mengatur kewajiban kontraktor menawarkan PI kepada BUMD dalam 60 hari setelah Plan of Development disetujui. Tapi hingga kini tak ada kejelasan dari PT KEI,” tegas Andi.
Senada dengan itu, Ahmad Yani, Koordinator Aliansi Nelayan Kangean (ANK), juga mendesak Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, untuk menghentikan seluruh aktivitas seismik hingga ada kajian sosial dan lingkungan yang komprehensif.
“Kebijakan eksplorasi migas di Sumenep selama ini tidak pernah berpihak kepada rakyat kepulauan. CSR kecil, jalan desa rusak, pendidikan terabaikan, dan lapangan kerja nihil,” tegas Yani.
Menurut Yani, eksploitasi migas di kawasan kepulauan Sumenep telah melahirkan paradoks pembangunan: hasil bumi melimpah, tetapi rakyat tetap miskin.
“Yang kaya tetap perusahaan, yang miskin tetap masyarakat pesisir,” geramnya.
Pihaknya berkomitmen melanjutkan aksi penolakan eksplorasi dan survei seismik PT KEI hingga pemerintah pusat dan SKK Migas turun langsung ke lapangan.
“Kami ingin Presiden Prabowo mendengar langsung suara nelayan Kangean dan Raas, bukan hanya laporan dari meja perusahaan,” pungkasnya. (Roni)
Comment