News Satu, Jakarta, Jumat 26 Januari 2018- Adanya tarik ulur dalam pembahasan revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Anti-terorisme oleh DPR-RI atas keterlibatan TNI dalam menanggulangi ancaman terorisme di Negara Republik Indonesia terus menjadi perdebatan. Padahal dalam penanganan ancaman terorisme ini, seharusnya memang harus ada sinergiritas antara TNI dan Polri, sehingga maksimal dalam menghadapi ancaman dari para teroris.
Menteri Pertahanan Republik Indonesia (RI),Ryamizard Ryacudu menegaskan penanganan kasus terorisme tidak dilakukan secara parsial. Melainkan harus ada sinergiritas diantar pihak baik TNI, Polri maupun Badan Intelejen Negara (BIN).
“Saya minta semua aparat nantinya tidak ada ego sektoral dalam penanganan ancaman terorisme di Negara Republik Indonesia (RI). Karena teroris merupakan musuh bersama, jadi jika kita punya info masalah terorisme, maka akan langsung kami sampaikan pada Polisi, begitu pula sebaliknya,” ujar Menteri Pertahanan, Jumat (26/1/2018).
Ia mengatakan, jika mengingat kejadian di Marawi, Filipina, keterlibatan TNI dianggap sangat diperlukan dalam melakukan aksinya, teroris mayoritas menggunakan senjata perang standar militer.
“Seperti yang terjadi di Marawi, disana memang harus ada bantuan dari militer yang bergerak. Jika ada teroris yang menggunakan alat perang, bom itu alat perang, granat alat perang, sniper alat perang, ini harus diatasi dengan angkatan perang. Kita jangan salah, makanya kita bagi-bagi. Kalau mereka punya alat perang kayak di Suriah sana, mereka punya pesawat, ada punya tank, masak dihadapi dengan yang bukan tempur,” kata mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini.
Ia menambahkan, jika berbicara ancaman terorisme dan radikalisme, Indonesia bersama lima negara lainnya di Asia Tenggara telah sepakat untuk membuat sebuah rencana aksi yang dinamakan our eyes.
“Our Eyes menjadi wadah bertukar pengalaman dan peningkatan kerjasama dalam penaganan masalah regional, khususnya terkait terorisme,” pungkasnya. (RN1)
Comment