News Satu, Jember, Sabtu 17 Juni 2017- Kebijakan sekolah lima hari yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menuai kritikan berbagai kalangan. Salah satunya adalah tokoh muda NU Jember, Jawa Timur (Jatim), Ubaidillah Amin Mochammad menilai kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kultul yang ada di pedesaan.
“Kalau di kota masih ada kecocokan, sebab orang tuanya lebih sibuk ketimbang orang desa. Sehingga, wajar jika kebijakan itu didukung oleh orang tua di kota, karena anaknya pulang sekolah jarang ketemu orang tuanya, mereka berfikir lebih baik, anaknya berada di sekolah dengan waktu yang lebih lama,” ujarnya, Sabtu (17/6/2017).
Namun kata Gus Ubet, panggilan akrabnya Ubaidillah Amin Mochammad, mengungkapkan bahwa kondisi di desa sangat berbeda dengan kondisi perkotaan. Sebab kalau anak-anak desa setelah pulang sekolah bisa langsung bertemu orang tuanya, dan melanjutkan pendidikan di Madrasah Diniyah (MD) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
“Seperti disini, banyak anak-anak dari luar pondok, yang sore harinya ngaji di pesantren, Baik ngaji Al Quran, maupun kitab kuning,” paparnya.
Menurutnya, di wilayah pedesaan yang mayoritas penduduknya sebagai petani dan sebagian pedagang. Sehingga, waktu mereka cukup banyak untuk membimbing langsung anak-anaknya.
“Di kalangan pengasuh pondok pesantren, keberadaan madrasah diniyah sama pentingnya dengan sekolah formal,” tandasnya.
Secara kurikulum berbeda, tetapi sambung Gus Ubet, ijazah madrasah diniyah di beberapa pesantren di Indonesia bisa digunakan untuk mendaftar kuliah langsung ke Universitas Al Azhar Mesir. Karena pesantrennya sudah menggunakan sistem muadalah. Untuk itu, Gus Ubet meminta kepada Mendikbud, Muhadjir Effendy, segera menelaah kembali kebijakan tersebut. Apalagi, sudah muncul penolakan dimana- mana.
“Saya berharap Pak Menteri mengkaji kembali rencana kebijakan lima hari sekolah, biar tidak dampak yang tidak kita inginkan dari masyarakat,” pungkasnya. (Gik)
Comment