News Satu, Jakarta, Kamis 16 Mei 2024- Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor dan impor logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) Indonesia selama triwulan pertama tahun 2024 menunjukkan tren yang berlawanan, dengan ekspor mengalami peningkatan sementara impor mengalami penurunan.
Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyatakan bahwa kenaikan ekspor logam mulia Indonesia terutama dipengaruhi oleh meningkatnya harga emas di pasar internasional pada awal tahun 2024, yang juga didorong oleh penguatan mata uang dolar AS.
Hal ini mengakibatkan volume ekspor logam mulia dan perhiasan/permata Indonesia menunjukkan tren yang positif.
“Puncak ekspor logam mulia dan perhiasan/permata Indonesia terjadi pada bulan Maret 2024, dengan volume mencapai 1.082 ton atau senilai 1,37 miliar dolar AS,” ungkap Pudji, Kamis (16/5/2024).
Sementara itu, ekspor HS 71 sepanjang Januari-April 2024 utamanya diekspor ke Swiss dengan nilai mencapai 700 juta dolar AS, yang mencakup 21,37 persen dari total ekspor logam mulia dan perhiasan/permata.
Di sisi lain, impor logam mulia dan perhiasan/permata pada bulan April 2024 mengalami tren penurunan setelah beberapa bulan sebelumnya mengalami peningkatan.
“Impor mencapai 562 ton atau senilai 248 juta dolar AS, dengan sebagian besar impor berasal dari Australia,” tandasnya.
BPS juga mencatat bahwa harga logam mulia masih mengalami kenaikan signifikan di pasar dunia, terutama karena meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah. Hal ini membuat harga emas terus melambung, dengan harga di pasar internasional mencapai 2.355 dolar per troy ons.
“Di pasar domestik, harga emas Antam tercatat sebesar Rp1.332.000 per gram,” pungkasnya.
Dengan adanya tren ini, BPS mencermati bahwa ekspor logam mulia Indonesia mengalami pertumbuhan yang menggembirakan, sementara impor menunjukkan kecenderungan yang stabil dalam triwulan pertama tahun 2024. (Den)