HEADLINEJAKARTANASIONALNEWSNEWS SATUPEMERINTAHAN

MH Said Abdullah, Pemangkasan TKD Jangan Dimaknai Sebagai Pelemahan Otonomi Daerah

×

MH Said Abdullah, Pemangkasan TKD Jangan Dimaknai Sebagai Pelemahan Otonomi Daerah

Sebarkan artikel ini
MH Said Abdullah, Pemangkasan TKD Jangan Dimaknai Sebagai Pelemahan Otonomi Daerah
MH Said Abdullah, Pemangkasan TKD Jangan Dimaknai Sebagai Pelemahan Otonomi Daerah

Jakarta, Jumat 17 Oktober 2025 | News Satu- Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah menanggapi munculnya gelombang protes dari sejumlah pemerintah daerah (Pemda) terkait berkurangnya alokasi Dana Transfer ke Daerah (TKD) dalam RAPBN 2026. Ia menilai, aspirasi tersebut wajar selama disikapi secara bijak dan dialogis oleh pemerintah pusat.

“Aspirasi dari daerah agar alokasi TKD tidak dipotong itu wajar. Pemerintah pusat harus menanggapinya dengan semangat keterbukaan dan dialog,” ujar Said di Jakarta, Jumat (17/10/2025).

Politikus senior PDI Perjuangan asal Sumenep, Madura itu menjelaskan bahwa alokasi TKD 2026 memang mengalami koreksi turun dibanding 2025, yakni dari Rp919,9 triliun menjadi Rp848,5 triliun, dengan alasan efisiensi fiskal nasional. Namun, setelah pembahasan di Banggar, nilai tersebut dikoreksi positif menjadi Rp692,9 triliun, naik Rp43 triliun dari usulan awal pemerintah sebesar Rp649,9 triliun.

“Koreksi ini bentuk komitmen DPR agar keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah tetap terjaga,” tegasnya.

Said menegaskan, pengurangan TKD jangan dimaknai sebagai pemangkasan otonomi daerah. Menurutnya, dalam sistem negara kesatuan, otonomi adalah delegasi kewenangan dari pemerintah pusat untuk memperkuat kinerja daerah.

“Dalam negara kesatuan, pusat membentuk daerah dan memberi kewenangan proporsional. Semangatnya adalah pemberdayaan dalam kerangka pemerintahan demokratis,” jelasnya.

Anggota DPR RI juga menyoroti pentingnya transparansi dan koordinasi antara pusat dan daerah agar tidak timbul salah persepsi dalam implementasi kebijakan fiskal. Lebih lanjut, Said menilai perlu ada pembenahan mekanisme pencairan TKD. Ia mengungkap banyak daerah lambat menyerap anggaran bukan karena tidak mau, melainkan karena birokrasi pencairan dari pusat yang berbelit.

“Pemerintah daerah sering menahan dana di bank karena koordinasi pencairan dari pusat lambat. Ini harus dibenahi agar serapan anggaran lebih optimal,” ujarnya.

Sebagai solusi, Said mendorong pemerintah pusat dan daerah duduk satu meja membahas formula pembagian dana yang lebih adil, berbasis UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).

“Jangan saling menyalahkan. Semua harus patuh pada UU HKPD agar hubungan fiskal pusat-daerah semakin sehat,” tandasnya.

Said juga mengusulkan alternatif lain, seperti memperbesar dana insentif fiskal, dana bagi hasil (DBH), dan membuka peluang pinjaman daerah berbasis kinerja. Ia menilai langkah itu bisa memperkuat kapasitas fiskal daerah tanpa membebani APBN.

“Kuncinya bukan sekadar besarannya, tapi bagaimana dana itu digunakan secara efektif untuk kesejahteraan rakyat,” pungkasnya. (Den)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses