News Satu, Jakarta, Sabtu 27 Juli 2024- M, seorang arsitek berusia 42 tahun, melaporkan kasus penganiayaan dan penelantaran yang dialaminya selama sembilan tahun pernikahan kepada Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Indonesia. M yang merupakan ibu dua anak ini mengungkapkan bahwa selain tidak mendapatkan nafkah dari suaminya, dia juga mengalami hinaan dan kekerasan dari suami dan mertuanya.
Menceritakan penderitaannya, M mengaku bahwa proses perceraian yang dijalaninya sangat berat dan penuh dengan tuduhan tak berdasar. “Kami dan keluarga tidak diizinkan atau diberi waktu untuk menjawab tuduhan. Saya merasa diframing oleh mantan suami saya dengan tuduhan yang tidak pernah saya lakukan,” ungkap M pada Sabtu (27/7/2024).
Selama sembilan tahun, M tidak pernah menerima nafkah dari suaminya, meski keluarga suaminya berasal dari kalangan militer dan mampu secara finansial.
“Saya harus mencari nafkah untuk anak-anak saya, dan mendapat bantuan dari orang tua saya. Kami tinggal di rumah orang tua saya selama sembilan tahun dan masih menerima bantuan dari mereka,” jelasnya.
Ketika orang tuanya membelikannya mobil untuk memudahkan mobilitasnya, mantan suaminya mengklaim di depan publik bahwa dia yang membelikan mobil tersebut.
“Banyak perilaku aneh yang dia dan keluarganya lakukan terhadap saya. Mantan kakak ipar saya bahkan sering membawa pacarnya dan ribut di rumah orang tua saya,” tambah M.
M juga mengungkapkan bahwa mantan suaminya sering memesan minuman keras dari Bali ketika dia pulang dari Jakarta. Kini, M kesulitan bertemu dengan anak-anaknya, dan akses kebebasannya untuk bertemu mereka dipersulit.
“Tuduhan saat persidangan bahwa saya operasi implan payudara itu tidak benar. Kami sempat diarahkan untuk konsultasi rumah tangga dengan psikolog, tetapi mantan suami saya tidak pernah hadir,” ujar M.
Hasil dari konsultasi psikologi forensik menunjukkan bahwa M mengalami depresi, sementara mantan suaminya diduga mengidap gangguan jiwa narsistik disorder. Menurut Koordinator Nasional TRCPPA, Jeny Claudya Lumowa, yang akrab disapa Bunda Naumi, M melaporkan kasus ini dengan dasar Pasal 45 tentang kekerasan psikis dan verbal yang dialaminya.
Bunda Naumi menjelaskan bahwa tuduhan mantan suami M tidak memiliki dasar bukti yang kuat, namun Pengadilan Agama tetap memberikan hak asuh anak-anak kepada mantan suaminya.
“Semua tuduhan yang dilontarkan tidak memiliki dasar bukti yang kuat, namun Pengadilan Agama memutuskan untuk memberikan hak asuh kepada mantan suami M,” kata Bunda Naumi.
Selama persidangan, mantan suami M sering membawa nama Jenderal Budi Gunawan untuk mendukung klaimnya. Meski demikian, tuduhan perselingkuhan, penggunaan narkoba, dan konsumsi minuman keras tidak terbukti di pengadilan.
Dengan didampingi Ketua Nasional TRCPPA, M kini melaporkan mantan suaminya ke Polres Jakarta Selatan.
“M hanya ingin mendapatkan kembali hak asuh anak-anaknya. Selama ini M telah mengalami kekerasan psikis dan verbal, dan saya berharap kasus ini bisa menjadi terang,” tegas Bunda Naumi.
TRCPPA masih menanti salinan putusan hak asuh anak untuk mengetahui pertimbangan Majelis Hakim menyerahkan hak asuh anak kepada mantan suaminya. Hingga berita ini dimuat, belum ada keterangan resmi dari Pengadilan Agama. (Den)
Respon (1)