News Satu, Sumenep, Jumat 15 Maret 2019- Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur (Jatim) merupakan sebuah daerah yang memiliki 126 pulau baik berpenghuni maupun tidak berpenghuni. Sehingga, setiap program yang dicanangkan terkadang kurang maksimal, terutama dalam bidang ketahanan pangan dan infrastruktur di Kepulauan.
Seperti di Kepulauan, untuk di Kangean ada sekitar 7 ribu hektar luas lahan pertaniannya, namun kenyataannya yang tergarap hanya 40 sampai 50 persen. Sehingga potensi itu tidak bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan banyak masyarakat kepulauan khususnya di Sapeken terpaksa harus mamasok beras dari Bali, Banyuwangi dan sebagian dari Sumenep dengan harga yang cukup tinggi. Oleh
“Jika 7 ribu hektar itu tergarap dengan maksimal, saya yakin masyarakat kepulauan di kangean maupun sapeken tidak akan memasok beras dari luar daerah Sumenep,” ujar Badrul Aini, Anggota DPRD Sumenep, Jumat (15/3/2019).
Lanjut Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) Sumenep ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep harus membuat program ketahanan pangan mandiri di kepulauan. Sehingga lahan yang begitu luas bisa tergarap dengan maksimal dan mencukupi kebutuhan pangan khususnya beras.
Namun, pada saat ini fakta dilapangan kebutuhan pangan di Kepulauan masih belum tercukup, terbukti beras raskin bagi masayrakat kurang mampu yang di kirim dari Bulog setiap bulannya untuk Kecamatan Sapeken mencapai 100.
“Jadi Pemerintah harus membuat program ketahanan pangan mandiri, dengan memaksimalkan garapan lahan pertanian di Kepulauan,” tandasnya.
Badrul membeberkan, harga beras yang dipasok dari luar daerah lumayan cukup tinggi, yakni sekitar Rp 11 ribu hingga Rp 12 ribu/kg. Jika lahan produktif itu bisa terkelola dengan maksimal ,maka warga kepulauan bisa membeli beras di bawah harga beras luar daerah.
“Misalnya hasil panen Kangean bisa didistribusikan ke Sapeken,” ucapnya.
Selain harus memperhatikan ketahanan pangan di Kepulauanan. Pemerintah Daerah harus juga memperhatikan infrastruktur di wilayah kepulauan, terutama akses menuju lahan pertanian. Karena, infrastruktur merupakan penyebab utama minimnya warga untuk menggarap lahan pertaniannya, bahkan sebagian warga terpaksa harus meninggalkan desanya dan memilih menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) keluar negeri.
“Sebagian warga memilih menjadi TKI, karena untuk bercocok tanam harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi. Jadi Pemerintah harus memperhatikan pembangunan infrastruktur di kepulauan, terutama akses menuju ke lahan pertanian,” tukasnya.
Badrul menambahkan, pada tahun 2019 ini pihaknya telah mengusulkan anggaran sebesar Rp 1 miliar untuk program infrastruktur pertanian. Karena di pulau Kangean dan Sapeken potensi pertaniannya sangat besar. Bahkan, di Sapeken tepatnya di Desa Tanjung Keok ada 200 hektar lahan bisa ditanami ketela pohon, dan saat ini sebagain di produksi menjadi tepung.
“Produk ini sudah pernah menjuarai lomba tingkat nasional. Produk tepung dari ketela itu, memiliki rasa yang khas, salah satunya rasanya sangat manis,” pungkasnya. (Ifa)
Comment