Anggota DPD RI Lia Istifhama, Konsumen Semakin Rentan Jika RUU Perlindungan Konsumen Ditunda

Surabaya, Sabtu 15 November  2025 | News Satu- Gelombang penipuan digital yang terus meningkat mendorong desakan agar pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan RUU Perlindungan Konsumen. Regulasi lama, yakni Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999), dinilai tak lagi mampu menjawab tantangan era transaksi digital lintas negara dan derasnya peredaran produk impor murah.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan betapa seriusnya ancaman tersebut. Sejak November 2024 hingga pertengahan Oktober 2025, terdapat lebih dari 180 ribu laporan penipuan digital, dengan kerugian yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Sebanyak 53.900 laporan berasal dari kasus belanja online, dengan kerugian rata-rata Rp 18,33 juta per korban.

Lembaga konsumen pun mencatat tren serupa. YLKI merekam 124 pengaduan e-commerce sepanjang 2023, mencakup refund yang tidak diproses (23,4%), penipuan atau pembobolan akun (14,8%), hingga barang tidak dikirim (5,5%). Sementara Kementerian Perdagangan melaporkan 20.942 aduan konsumen sepanjang 2022–Maret 2025, dan 92% di antaranya terkait transaksi digital.

Menanggapi situasi ini, Anggota DPD RI Dr. Lia Istifhama menegaskan pentingnya percepatan pengesahan RUU Perlindungan Konsumen. Ia menilai tanpa payung hukum modern, masyarakat hanya akan menjadi korban.

“Tanpa regulasi yang kuat, konsumen semakin rentan terhadap penipuan, produk kedaluwarsa, hingga pemalsuan barang,” tegas Ning Lia, keponakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Sabtu (15/11/2025).

Ning Lia menyebut ancaman transaksi digital bukan lagi potensi, melainkan kenyataan yang terus menimpa konsumen. Ia menyoroti kasus ekstrem seperti pembeli iPhone yang menerima sabun mandi dan pembeli ponsel Nokia yang mendapatkan barang tak relevan.

“Banyak korban memilih tidak melapor karena prosesnya mahal, rumit, dan tidak efektif, terutama dalam transaksi lintas negara,” ujarnya.

Senator yang dinobatkan sebagai Wakil Rakyat Terpopuler & Paling Disukai Jatim versi ARCI 2025 itu menekankan perlunya penguatan perlindungan, mulai dari keaslian produk, keamanan data pribadi, hingga transparansi rantai pasok.

Ning Lia mencontohkan negara seperti Tiongkok yang menerapkan aturan tegas: produsen yang tidak merespons keluhan konsumen dalam batas waktu tertentu dapat dikenai denda hingga pencabutan izin usaha.

Lia menilai RUU yang sedang dibahas tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

“Dengan aturan baru, hak konsumen terlindungi dan pelaku usaha tetap bisa berinovasi tanpa khawatir dirugikan,” jelasnya.

Ning Lia juga meminta agar RUU baru memperkuat sinergi antara Kemendag, OJK, BPKN, dan Kemenkominfo, agar aduan konsumen bisa ditangani tanpa tumpang tindih.

“Harapannya, koordinasi antar lembaga semakin kuat sehingga masyarakat mendapatkan perlindungan maksimal,” ujar penerima DetikJatim Award 2025 tersebut.

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang, mengakui bahwa mekanisme penyelesaian sengketa saat ini belum berjalan optimal.

“UU 8/1999 belum memberikan pemahaman yang jelas tentang konsumen. Penegakan hukum lemah dan norma tidak sesuai perkembangan terkini,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pembaruan undang-undang menjadi penting untuk menjawab tantangan era digital dan memastikan penyelesaian pengaduan konsumen dapat dilakukan secara cepat, efektif, dan lintas platform. (Kiki)

Komentar