Sumenep, Rabu 13 Agustus 2025 | News Satu- Pembahasan anggaran Program Wirausaha Santri yang diusulkan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disparbudporapar) Sumenep untuk APBD 2026 terhenti. Komisi IV DPRD Sumenep memutuskan untuk mempending alokasi Rp 1 miliar karena menilai belum jelas indikator keberhasilannya.
Ketua Komisi IV DPRD Sumenep, Mulyadi, menegaskan setiap program yang menggunakan uang daerah wajib memiliki output yang terukur.
“Kami pending dulu anggaran itu, karena belum jelas outputnya apa kalau program itu dilaksanakan,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).
Mulyadi menjelaskan pihaknya ingin memastikan setiap penggunaan anggaran publik memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya para santri. Ia meminta Disparbudporapar Sumenep memaparkan secara rinci sasaran, mekanisme, dan manfaat program sebelum pembahasan dilanjutkan.
Sementara, Kepala Disparbudporapar Sumenep, M. Iksan, membantah bahwa anggaran tersebut resmi dipending.
“Mohon maaf, ini kan belum selesai. Terlalu dini kalau disimpulkan dipending. Kalau dipertanyakan, iya,” tegasnya.
Menurut Iksan, program wirausaha santri sudah berjalan sejak 2024 hingga 2025, bahkan sebelumnya. Pihaknya telah memaparkan detail program kepada DPRD, namun diakui masih perlu memaksimalkan hasil agar manfaatnya dirasakan lebih luas.
“Kami selalu mendorong peserta program wirausaha santri untuk lebih mandiri. Tahun-tahun sebelumnya sudah ada yang berhasil, tapi memang belum merata,” tambahnya.
Program Wirausaha Santri di Sumenep digagas untuk memberikan pelatihan keterampilan, pendampingan usaha, dan modal stimulan kepada para santri. Tujuannya agar lulusan pesantren tidak hanya siap menjadi tokoh agama, tetapi juga mampu membuka usaha mandiri.
Namun, berdasarkan evaluasi DPRD, indikator keberhasilan program belum terdokumentasi dengan baik. Beberapa alumni program disebut belum mampu mengembangkan usaha secara berkelanjutan, sehingga efektivitas penggunaan anggaran dipertanyakan.
Pengamat kebijakan publik menilai, penundaan pembahasan ini bisa menjadi momentum untuk melakukan audit manfaat dan perbaikan mekanisme program. Tantangan utama adalah memastikan setiap peserta mendapatkan pendampingan pasca-pelatihan dan monitoring yang konsisten. Tanpa itu, program berpotensi menjadi seremonial tahunan yang menghabiskan anggaran tanpa dampak signifikan. (Robet)
Comment