News Satu, Jakarta, Sabtu 18 Mei 2024- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil mantan Kepala Bea dan Cukai Purwakarta, Rahmady Effendi Hutahaean, untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan kejanggalan dalam kepemilikan saham di sebuah perusahaan.
Pemanggilan ini dijadwalkan berlangsung minggu depan sebagai bagian dari penyelidikan yang sedang berjalan.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyatakan bahwa KPK telah mengeluarkan surat tugas terkait kasus ini.
“Pemanggilan ini adalah dampak dari kepemilikan saham oleh istrinya di sebuah perusahaan,” ujarnya, Sabtu (18/5/2024)
Pahala menjelaskan bahwa terdapat kejanggalan dalam laporan harta kekayaan Rahmady. Rahmady tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp6 miliar, tetapi dilaporkan telah memberikan pinjaman sebesar Rp7 miliar.
“Hartanya Rp6 miliar tapi dilaporkan memberikan pinjaman sampai Rp7 miliar. Ini tidak masuk akal,” tandasnya.
KPK memerlukan klarifikasi untuk memahami sumber dan aliran dana terkait harta kekayaan Rahmady.
“Klarifikasi ini penting untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam laporan kekayaannya,” tambahnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan telah membebastugaskan Rahmady Effendi dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta terkait masalah bisnis pribadi.
Direktur Humas Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan bahwa pemeriksaan internal menemukan adanya benturan kepentingan yang melibatkan Rahmady dan keluarganya.
“Hasil pemeriksaan menemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan yang juga melibatkan keluarganya,” kata Nirwala dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Rahmady telah dibebastugaskan sejak 9 Mei 2024 untuk mempermudah proses pemeriksaan.
“Rahmady sudah dibebastugaskan terhitung sejak 9 Mei lalu untuk mempermudah proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.
KPK terus melakukan investigasi mendalam untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam laporan harta kekayaan dan kepemilikan saham oleh Rahmady. Pemanggilan untuk klarifikasi ini adalah langkah awal dalam proses penegakan hukum untuk menjaga integritas dan transparansi.
Kasus ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas korupsi dan memastikan pejabat negara bersih dari praktik-praktik yang merugikan negara dan masyarakat. Hasil dari klarifikasi dan pemeriksaan lanjutan diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai dugaan kejanggalan ini.
KPK mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta dalam memberikan informasi terkait praktik korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Transparansi dan partisipasi publik sangat penting untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. (Den)