Rumah ini didirikan oleh Pesirah Haji Rais (Menantu Pangeran Haji Hasan) bin Penghulu H Tohir bin Penghulu H Muhammad dan didiamini keturunannya hingga sekarang. Bangunan yang berbentuk rumah panggung dengan luas bangunan 120 meter persegi itu terlihat masih sangat megah. Rumah yang berbahan utama kayu tersebut memiliki filosopi mempertahankan adat istiadat maupun nilai-nilai syariat Islam.
“Tidak ada yang berubah, yang berubah hanya zaman dulu rumah ini baru sekarang tampak tua,” canda Syaiful Bahar, Senin (11/3/2019).
Memang tidak banyak yang berubah pada rumah tersebut. Baik dari interior maupun perabot rumah tangganya. Didinding luar dan pagar rumah terdapat releif terbuat dari besi dan kayu sedangkan interior rumah dipenuhi ukiran khas Palembang dan Sriwijaya.
Di ruang tamu, terapat sebuah kaca berukuran cukup besar berdampingan dengan guci tua yang belum diketahui berasal dari dinasti apa. Di samping pintu masuk ruang tamu juga terdapat peti kayu yang amat berat dengan tinggi sepinggang orang dewasa. Syaiful Bahar enggan menceritakan kegunaan peti tersebut pada zaman itu.
Di atas peti ada photo usang hitam putih menempel di dinding. Tampak beberapa pria paruh bayah sedang berbaris rapi. Dilihat dari perawakan dan pakaiannya mereka sepertinya bukan orang biasa. Setidaknya mereka adalah keturunan pangeran ataupun pemimpin di masa itu.
Saat ditanya siapa orang-orang difoto tersebut, Bahar menyebutkan bahwa mereka adalah kakek buyutnya yang turut berjuang mengusir penjajah. Dilihat dari segi arsitektur, bangunan utama rumah dibangun dengan kayu merawan sedangkan tiang-tiangnya terbuat dari kayu unglen. Dibangun dengan sistem baji, rumah ini memiliki tingkat kelenturan yang tinggi apabila terjadi gempa bumi. Tiang penyangga besar dan kokoh dan tak tampak ada sambungan maupun paku.
“Lihat tidak ada sambungan di lantai rumah,” ungkap Syaiful sambil menunjuk lantai dan dinding rumah yang terbuat dari kayu merawan.
Comment