“Regulasi yang tumpang tindih, tidak jelas, dan tidak memberikan kepastian hukum yang membuat prosedur berbelit-belit, yang membuat pejabat dan birokrasi tidak berani melakukan eksekusi dan inovasi, ini yang harus kita rombak dan kita sederhanakan,” ungkapnya.
Agenda besar yang kedua ialah mengenai reformasi birokrasi. Presiden mengatakan, organisasi birokrasi yang terlalu banyak jenjang dan divisi harus segera disederhanakan tanpa mengurangi pendapatan dan penghasilan dari para birokrat.
“Karena terlalu banyak eselon akan semakin memperpanjang birokrasi, memecah anggaran dari unit-unit kecil yang sulit pengawasannya, dan anggaran akan habis digunakan untuk rutinitas saja,” imbuh Presiden.
Disamping itu, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa kampanye terhadap literasi antikorupsi yang menjadi agenda besar ketiga, harus bersama-sama digalakkan. Dengan begitu masyarakat mengerti apa itu korupsi, gartifikasi, hingga kepatutan dan kepantasan yang kemudian menjadi budaya keseharian.
“Takut melakukan korupsi bukan hanya terbangun atas ketakutan terhadap denda dan penjara. Takut melakukan korupsi juga bisa didasarkan pada ketakutan kepada sanksi sosial, takut dan malu kepada keluarga, tetangga, dan kepada Allah Swt,” ucapnya.
Pada akhirnya, Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK) menjadi penghubung strategis untuk semua pihak dapat menyamakan visi dan menyelaraskan langkah untuk melaksanakan tiga agenda besar dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Dengan begitu, kita optimis dapat membangun pemerintah yang efektif, efisien, inovatif, sekaligus bebas dari korupsi. (Hasan)
Comment