News Satu, Pamekasan, Selasa 25 September 2018– Ratusan warga Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Madura, Jawa Timur (Jatim) bersama Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar aksi demo ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), Selasa (25/9/2018). Aksi ini dilakukan karena mereka ingin mempertahankan aset tanah Negara seluas 15 Hektar yang ada di Desanya tidak dikuasi oleh Oknum pengusaha asing yang memakai orang pribumi.
“Tanah tersebut menjadi hak guna pakai atau hak garap PT. Wahyu Jumiyang yang diterbitkan oleh Kemendegri pada Tahun 1978-1988-1998, namun tanah tersebut tidak pernah digarap sampai pada ahirnya masa berlaku sertifikat hak garap nomor 2 dengan surat ukur nomor 394 pada tahun 1998,” terang Korlap Aksi, Hasan Basri Aktivis GMNI, Selasa (25/9/2018).
Ia mengatakan, pada tahun 2001, BPN Pamekasan tiba-tiba menerbitkan sertifikat atas tanah seluas 15 hekter sebagai milik H. Sayfi’i bersama istri, anak dan saudaranya.
“Padahal status tanah tersebut sangat jelas, berdasarkan surat yang dikeluarkan Bupati Pamekasan tanggal 04 Oktober 2017 No. 143/1775/441/111/2017 yang ditujukan kepada H. Syafi’i perihal pemberhentian penggarapan tanah dan tidak boleh digarap sampai selesai proses hukum yang berkukuatan hukum tetap,” tandasnya.
Warga bersama Mahasiswa berhadap agar BPN dengan aparat penegak hukum dan keamana seperti TNI dan Polri serta melibatkan tokoh masyarakat untuk melakukan investigasi terkait dengan historis dan kronologis tanah tersebut.
“Kami juga menuntut tingkatkan pelayanan, serta bangun kepercayaan Masyarakat terhadap BPN Kabupaten Pamekasan, dan laksanakan Reformasi Agraria untuk kesejahteraan rakyat,” tukasnya.
Menanggapi tuntutan warga dan aktivis GMNI tersebut, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pamekasan, Tugas Dwi Patma mengatakan bahwa terbitnya sertifikat tersebut sudah sesuai prosedur.
“Memang dulu ada pelepasan Hak dari PT. Wahyu Jumiyan, dilepaskan kepada tujuh orang (H. Syafii dkk, red), dengan pelepasan hak dihadapan notaris,” terangnya.
Kemudian dari pelepasan hak itu, tujuh orang tersebut mengajukan permohonan hak milik kepada kantor pertanahan dengan proses cukup panjang, dan akhirnya diterbikan sertifikatnya menjadi tujuh pada tahun 2001.
“Setelah melalui proses panjang, baru dikabulkan untuk permohonan kepemilikan tanah tersebut,” pungkasnya. (Syaiful)
Comment