DPRD Kota Probolinggo Soroti Keberadaan Museum Rasulullah

Spread the love

News Satu, Probolinggo, Minggu 15 November 2020- DPRD Kota Probolinggo, Jawa Timur, menyoroti Museum Rasulullah. Sebab, dalam kerjasamanya dengan pihak ketiga dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda).

Bukan tentang bendanya, namun tentang perjanjian kerja sama, antara Pemkot Probolinggo dengan Indonesia Merindu (IM) sebagai pihak ketiga pengelola museum. Perdebatan terjadi ketika di gelar rapat Banggar DPRD Kota Probolinggo,. Peserta banggar menilai, sharing pendapatan hasil retribusi masuk ke Museum Probolinggo tidak sesuai dengan Perda Kota Probolinggo Nomor 11/2014 tentang Retribusi Jasa Usaha.

Dalam rapat Banggar itu, Sekda Kota Probolinggo drg Ninik Ira Wibawati akhirnya meminta Museum Probolinggo ditutup sementara. Setelah perbaikan regulasi kerja sama antara Pemkot Probolinggo dengan pihak ketiga, baru bisa buka.

Wakil Ketua DPRD Kota Probolinggo Haris Nasution yang memimpin jalannya rapat membenarkan hal itu. Menurut Nasution, memang sempat terjadi perdebatan tentang retribusi Museum Rasulullah yang dikelola pihak ketiga dengan menggunakan aset pemkot.

“Perdebatan itu muncul karena perjanjian kerja sama antara Pemkot Probolinggo dengan pihak ketiga dinilai melanggar Perda Retribusi Jasa Usaha,” ujarnya, Minggu (15/11/2020).

Sesuai perda, sharing retribusi yang masuk ke pemkot harusnya 15 persen dari harga tiket. Selain itu, karena menggunakan aset daerah, maka pihak ketiga juga harus membayar biaya sewa tempat. Ia mencontohkan pengelolaan parkir di Pasar Ikan PPI Mayangan yang dilakukan pihak ketiga. Pihak ketiga atau pengelola dikenai biaya sewa, karena lahan parkir yang dikelola adalah aset daerah.

Dalam hal ini, pihak ketiga membayar uang sewa sekitar Rp 15 juta per tahun. Besarnya biaya sewa itu menurutnya dihitung per meter persegi.

“Museum kan juga aset daerah? Jadi tinggal dihitung berapa luasnya dan dikalikan berapa rupiah? Sehinga dapat diketahui biaya sewanya dalam setahun. Namun, rupanya hal itu tidak dilakukan,” tandasnya.

Selain itu, dasar hukum yang digunakan juga dipertanyakan. Sehingga aset daerah digunakan sebagai ladang bisnis. (Bambang)

Komentar