News Satu, Sumenep, Minggu 19 Mei 2024- Acara budaya “Jaran Serek” yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, Jawa Timur, menjadi sorotan publik setelah mendapat kritik tajam terkait penggunaan terminologi yang dinilai tidak sesuai dengan praktik asli budaya tersebut.
Ketua Komisi IV DPRD Sumenep, Akis Jasuli, menyatakan keprihatinannya terhadap flyer promosi yang dibuat oleh Dinas Budaya, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudporapar) Sumenep.
Ia menegaskan bahwa penggunaan istilah dalam materi promosi acara “Jaran Serek” tidak mencerminkan makna asli dari tradisi tersebut dan dapat menyesatkan masyarakat tentang otentikasi kebudayaan.
“Penggunaan istilah dalam materi promosi acara ‘Jaran Serek’ disebut-sebut tidak mencerminkan makna asli dari tradisi tersebut,” kata Akis Jazuli, Minggu (19/5/2024), dalam press releasenya kepada redaksi News Satu.
Politisi Partai Nasdem Sumenep ini, menekankan bahwa istilah yang dipilih oleh Disbudporapar Sumenep tidak hanya tidak akurat, tetapi juga berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat.
“Istilah-istilah yang digunakan dalam flyer dikritik karena tidak sesuai dengan nilai-nilai dan praktik tradisional Jaran Serek,” tandasnya.
Lanjut Ketua Komisi IV DPRD Sumenep ini, pentingnya kohesifitas antara epistemologi atau ilmu tentang asal-usul dan makna kebudayaan, dan terminologi yang digunakan dalam promosi budaya. Ketidaksesuaian antara keduanya dapat menyebabkan distorsi dalam pemahaman masyarakat tentang kebudayaan tersebut.
“Jangan ada penyesatan dan pembodohan terhadap masyarakat terkait otentikasi kebudayaan,” tegas Akis Jasuli.
Selain masalah terminologi, implementasi praktis dari acara “Jaran Serek” juga menjadi sorotan. Akis Jasuli menilai bahwa praktik budaya yang ditampilkan dalam acara tersebut telah dimodifikasi dan tidak lagi mencerminkan esensi asli dari tradisi “Jaran Serek”.
“Hal ini dianggap mengedepankan aspek komersial daripada edukatif, sehingga mengurangi nilai historis dan autentik dari acara budaya tersebut,” ujarnya.
Akis Jazuli menyerukan kepada pihak penyelenggara acara untuk lebih berhati-hati dalam memilih terminologi dan menyusun konsep acara kebudayaan. Ia menekankan agar Disbudporapar Sumenep dan penyelenggara acara lebih melibatkan ahli dan pelaku budaya asli dalam perencanaan dan pelaksanaan acara, guna memastikan keakuratan dan otentikasi budaya tetap terjaga.
“Saya pasti akan panggil Kepala Dinas Budaya, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudporapar) Sumenep, guna mengklarifikasi soal event tersebut,” pungkasnya.
Dengan adanya kritik ini, diharapkan bahwa acara-acara kebudayaan di masa depan dapat lebih memperhatikan keakuratan dan otentikasi budaya, serta mengedepankan nilai edukatif yang benar-benar mencerminkan warisan budaya bangsa. Keterlibatan para ahli dan pelaku budaya asli menjadi kunci untuk memastikan bahwa setiap acara budaya tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik dan memperkaya pemahaman masyarakat tentang kebudayaan yang ada. (Robet)