Kemudian, agar para empu atau pengrajin keris ini tetap eksis dan diakui keberadaannya, pada tanggal 16 Juni 2006 para Empu muda bersama-sama melakukan penelitian dan pendataan para empu dan pengrajin di 17 Desa, yang tersebar di 3 Kecamatan.
“Kami melakukan pendataan terhadap para empu di 17 Desa yang terebar di 3 Kecamatan, yakni Kecamatan Bluto, Kecamatan Saronggi, dan Kecamatan Lenteng,” ungkapnya.
Selanjutnya pada tahun 2010, pihaknya melakukan kerjasa dengan Kementrian Kebudayaan, Disbudparpora Sumenep, dan Mohammad Mansyur sebagai pemerhati keris Jawa Timur.
“kami telah mengujungi beberapa daerah di Indonesia, untuk melakukan studi banding dan ternyata Sumenep tetap menjadi sentral produksi keris terbesar di seluruh Nusantara bahkan di tingkat Internasional,” beber Ketua Ikatan Pengrajin Keris Indonesia (IPKI) Mega Remeng ini.
Berdasarkan hasil penelitian dan pendataan empu yang ada di Kabupaten Sumenep, setiap tahun selalu mengalami perkembangan pesat. Semangat inilah yang menjadi dasar IPKI Megaremeng untuk mengajukan permohonan kepada Pemkab Sumenep untuk mendeklarasikan jargon Sumenep sebagai Kota Keris.
“Alhamdulillah pada 9 November 2014, Bupati Sumenep mendeklarasikan sebagai Kota Keris,” tandas Fathorrahman yang merupakan pencetus Sumenep Kota Keris ini.
Comment