News Satu, Jakarta, Selasa 30 Mei 2023- Pemerintah Republik Indonesia wajib mengambil langkah dan upaya yang cepat daalam melakukan pembangunan pada sektor agrarian. Sebab, jika tidak melakukan revolusi agraria, maka pembangunan yang dilakukan dengan cara yang biasa-biasa saja.
Direktur eksekutif Indonesia Agrarian Watch (IAW), Dr. H. Habib, SH, M.Hum mengatakan, Sebagaimana data yang ada di Badan Pusat Statistik (BPS), luas wilayah laut Indonesia mencapai 5.076.800 Km2 dan bilamana dijadikan ke dalam hektar adalah 507.680.000 hektar.
Sedangkan luas daratan Indonesia mencapai 1.904.569 Km2 dan bilamana dijadikan ke dalam hektar adalah 190.456.900 hektar dan bilamana luas wilayah laut dan daratan Indonesia dikelola dengan baik akan memberikan kesejahteraan dan kemakmuran secara maksimal kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia.
“Kami terus melakukan penelitian tentang agraria dan mencarikan solusi dalam mengatasi persoalan agraria di Indonesia,” katanya, Selasa (30/5/2023).
Lanjut Pria kelahiran Tulungagung, 14 September 1960 ini, Di seluruh wilayah NKRI sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Agrarian Watch (IAW) pada tahun 2017, ada sekitar 28 juta hektar atau sekitar 14,7% dari seluruh jumlah daratan di Indonesia merupakan tanah terlantar dan diterlantarkan baik itu tanah kawasan hutan, tanah Negara yang dikuasai oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maupun tanah hak perseorangan/badan hukum.
“Ini mengakibatkan tanah menjadi tidak produktif dan menyalahi prinsip kemanfaatan dan keadilan yaitu fungsi tanah bertujuan digunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran Bangsa dan Rakyat Indonesia,” ujar doktor lulusan Universitas Airlangga.
Doktor Habib yang ahli bidang Agraria ini menyatakan, berdasarkan hasil penelitian Indonesia Agrarian Watch (IAW), lebih dari 3,4 juta hektar kawasan hutan berizin, hutan produksi, yang meliputi Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK).
Kemudian, Areal Penggunaan Lain (APL) dan tanah dalam bentuk Hak Guna Usaha dan bekas Hak Guna Usaha untuk perkebunan besar yang tidak dikelola dengan baik karena pemegang tanah tersebut tidak memiliki dan tidak menggunakan modal usaha yang cukup, sehingga dengan demikian tanah-tanah tersebut kurang produktif dan ini menyalahi pemberian HGU, sebagaimana diatur dalam pasal 28 ayat (2) UUPA yang berbunyi :
“Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman,” tandasnya.
Oleh karena itu, Habib sapaan akrab dari Dr. H. Habib, SH, M.Hum, tanah yang diterlantarkan dan tidak dikelola dengan baik tersebut manakala dimanfaatkan dengan menggunakan modal usaha yang cukup, dan tekhnik usaha yang baik.
“Apalagi menggunakan teknologi 4.0, maka Indonesia akan mampu mandiri dan swasembada dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan, bahkan Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia,” tukasnya.
Habib megapresiasi Program Nasional terkait dengan pertanahan dan sertifikasi yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, program tersebut perlu adanya pengembangan terkait penyelesaian permasalahan ini.
“Saya sangat apresiasi program Pemerintah ini, namun perlu ada pengembangan dalam penyelasain persoalan agraria ini,” pungkasnya. (Den)
Comment