Apalagi, kata dia, dalam wilayah beberapa titik pertambangan itu, terdapat pada Kawasan Lindung Geologi yang tercantum pada Pasal 33 seperti kawasan cagar alam geologi yang berupa kawasan lindung karst. Adapun pengarahan pengelolaan kawasan karst tersebut tidak diizinkan untuk alih fungsi lahan serta mutlak tidak boleh dieksploitasi.
Meski demikian, titik zona lokasi pertambangan sampai saat ini masih belum diketahui dimana. Sementara Pemerintah hanya menyebutkan dalam skop Kecamatan, yakni Batu Putih, Ganding, Manding, Lenteng, Guluk-guluk, Gapura, Bluto, dan Kecamatan Arjasa.
Bahkan dikabarkan dalam review RTRW 2013-2033, Bappeda Sumenep berencana menambah 9 kecamatan lagi yang akan dijadikan tambang fosfat. Setidaknya, Pemerintah daerah harus memikirkan terhadap dampak bencana yang akan terjadi pada lokasi pertambangan tersebut.
“Kalau ini terpaksa dilakukan (ditambang), apa jadinya apabila pegunungan yang kemudian dikeruk atau bebatuan yang menjadi daya serap air diambil. Otomatis ketika hujan, maka akan terjadi banjir kemudiaan ketika musim kemarau diperkirakan kita akan kekurangan air,” tandasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, di Lakpesdam sendiri sampai saat ini masih mengkaji terkait RTRW tersebut, sehingga ia berharap dalam mereview RTRW 2013-2033 pemerintah daerah harus melibatkan masyarakat didalam proses perubahannya itu. Sehingga warga bisa tahu tentang bagaimana prosedur-prosedur yang dilakukan pemerintah Kabupaten Sumenep.
“Terutama masyarakat yang menjadi titik lokasi pertambangan, baik itu tokoh masyarakat, maupun organisasi keagamaan harus dilibatkan sehingga ada dialog dan memberikan pemahaman terhadap masyarakat. Supaya masyarakat tidak jadi korban terhadap dampak pertambangan,” pungkasnya. (Hanif)
Comment