News Satu, Sumenep, Rabu 5 April 2017- Melihat potensi alam yang dimiliki Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, seharusnya kehidupan masyarakat yang berada di ujung timur pulau garam Madura ini sejahtera. Namun fakta terbalik yang terjadi di Masyarakat Sumenep, meskipun kekayaan alamnya melimpah seperti banyaknya perusahaan Migas yang beroperasi, akan tetapi warganya “ayam mati di lumbung padi”.
Terbukti angka kemiskinan masih tinggi sekitar 20,49 persen, bahkan Kabupaten Sumenep berada diurutan ke 35 dari 38 kota/kabupaten di Propinsi Jawa Timur. Tingginya angka kemiskinan ini membuat sejumlah elemen masyarakat angkat bicara baik dari kalangan aktivis maupun politisi.
“Sangat ironis sekali, jika kabupaten yang kaya dengan potensi Migas dan Sumber Daya Alam (SDA), malah berada di urutan nomor 3 dari belakang angka kemiskinannya se-Jawa Timur. Bahkan masyarakat Sumenep ini, seperti anak ayam mati dilumbung padi,” kata Abd. Aziz Salim Syabibi, Ketua DPD Partai Nasdem Sumenep, Rabu (5/4/2017).
Lanjut Politisi Partai Nasdem Sumenep ini, di Sumenep ini ada beberapa perusahaan Migas yang telah beroperasi di Sumenep, seperti Santos, HCML dan KEI. Bahkan dari tiga perusahaan migas tersebut dua diantaranya sudah melakukan eksploitasi, yakni KEI dan Santos, namun ternyata pengelolaan DBH-nya tidak berjalan sehat.
“Sudah dari tahun 1993 KEI sudah beroperasi, namun hingga saat ini masih belum jelas berapa Dana Bagi Hasil (DBH) migasnya dan Corporate Sosial Responsibility (CSR). Bayangkan jika DBH dan CSR-nya jelas, maka tidak mungkin angka kemiskinan di Sumenep akan tinggi,” ujarnya.
Selain itu, Aziz juga menilai ada yang salah dari pemerintah dalam pengelolaan Migas. Sebab sebagai penghasil Migas terbesar di Madura ini, masyarakat kabupaten Sumenep lebih sejahtera. Akan tetapi fakta dilapangan malah masyarakat yang dirugikan, akibat dampak dari eksplorasi dan eksploitasi dari migas tersebut.
“Jika pemerintah daerah serius dalam mengelola CSR dan DBH, pasti masyarakat akan lebih sejahtera. Namun fakta dilapangan ternyata masih banyak masyarakat Sumenep yang belum sejahtera,” ungkap Aktivis Pelopor pemekaran Kepulauan jadi Kabupaten sendiri.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah daerah lebih cerdas dan transparan dalam pengelolaan DBH migas dan CSR. Sebab selama ini pihaknya menilai pemerintah daerah terkesan menutupi hasil migas yang di kelola oleh tiga perusahaan migas.
“Harapan saya, pengelolaan migas di Sumenep lebih transparan dan tidak ada yang di tutup-tutupi, namun jika hal itu terus terjadi, maka sampai kapanpun masyarakat Sumenep tidak akan pernah sejahtera,” pungkasnya. (RH)
Comment