News Satu, Sumenep, Senin 17 September 2018- Memasuki era yang sangat canggih dan mobile, dimana gadget dan media sosial sudah mendominasi banyak sekali unsur kehidupan yang sudah mulai bergeser dalam diri perempuan. Bahkan di era milenial ini, banyak perempuan yang sulit lepas dari gadgetnya dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, mulai dari memasak, gaya hidup dan cara bersosialisasi hingga urusan belanja.
Pada jaman dulu masalah memasak, banyak perempuan membaca resep dari surat kabar atau TV , namun di era milenial para perempuan cukup melihat resep sekaligus tutorialnya di media sosial.Dengan kemudahan dan kecanggihan teknologi yang sedemikian pesat ini, tak heran membuat para perempuan di era milenial ini terlihat makin bersinar dan mendominasi. Namun kadang, hal inilah yang menjadi salah satu dampak kurang baik dari pesatnya teknologi bagi kaum perempuan.
Banyak Perempuan yang memposting berbagai kegiatan positif dan inspiratif mereka di akun media sosialnya, seakan-akan media sosial menjadi teman hidupnya dan tidak pernah lepas gadget dari genggaman tangan para perempuan di jaman milenial.
Menyikapi hal itu, Komunitas Pemuda Desa Parsanga, Kecamatan Kota Sumenep, Madura, Jawa Timur (Jatim) mengundang nara sumber yang keduanya adalah Perempuan yakni Hawiyah seorang dosen dan Lawyer di Sumenep, dan Irza Khurun’In, S.IP, MA seorang dosen Universitas Brawijaya Malang untuk memberikan pencerahan tentang sosok perempuan di era Milenial.
Irza Khurun’in, S.IP, MA mengatakan, dalam era milenial perempuan harus memiliki peranan penting, dan tidak lagi perempuan menjadi gender kedua setelah pria. Padahal dalam rumah tangga perempuan dan pria memiliki peranan penting yang sama. Implikas yang lain dalam sektor pekerjaan biasanya perempuan dan pria, masih banyak perbedaan upah perempuan yang biasanya lebih rendah dari pria.
“Seharusnya, tidak ada perbedaan antara perempuan dan pria. Jadi di era milenial perempuan harus mengambil peranan penting dan tidak lagi menjadi gender kedua setelah pria,” ujarnya, Senin (17/9/2018).
Disinggung banyaknya, perempuan yang terkadang melebihi batas-batasnya, Irsa Khurun’in mengatakan, bagi perempuan yang akan mengambil peranan dalam era milenial harus memiliki skala prioritas, misalnya dalam mengurus rumah tangga dan mengasuh anak. Sehingga, akan beriringan dalam menjadi seorang perempuan karir tanpa melupakan keluarganya.
“Perempuan juga punya hak dalam mengambil peranan, seperti menjadi wanita karir atau lain sebagainya. Akan tetapi, bagi para perempuan harus memiliki skala prioritas dalam kegiatan sehari-harinya, baik dalam mengurus rumah tangga maupun mengasuh anak sebagai ibu rumah tangga,” ucap wanita cantik asal Malang ini.
Sementara, Hawiyah seorang perempuan tangguh dari Sumenep ini, lebih menekankan lebih pada perempuan Madura di era milenial yang berada di posisi Patriarki atau berada dalams ebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Beberapa masyarakat patriarkal juga patrilineal, yang berarti bahwa properti dan gelar diwariskan kepada keturunan laki-laki. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki serta menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki.
“Saya terlahir dalam perempuan Madura yang terlahir dalam konstruksi budaya Patriarki sebenarnya menjadi kaum minoritas, akan tetapi bagi saya itu sebuah keuntungan, karena ketika perempuan itu bertarung atau proses seleksi, itu pasti terpilih,” ungkap Wiwik panggilah akrab dari Hawiyah.
Ia mengatakan, perempuan harus setara dengan kaum pria, baik dalam mendapatkan pendidikan maupun dunia politik. Sebab dunia ini dikuasai oleh kaum pria, jadi sudah saatnya Perempuan Madura khususnya di Sumenep didorong memiliki hak yang sama dengan kaum pria.
“Ya dalam mendapatkan pendidikan, politik dan berbagai hal kami (Perempuan, red) harus mendapatkan yang sama dengan kaum pria,” tandasnya.
Lanjut Wiwik aktivis Perempuan Sumenep ini, akan tetapi kaum pria jangan menganggap kaum perempuan sebagai rival, karena kebanyak setiap ada perempuan yang memasuki rana mereka akan dianggap sebagai ancaman. Padahal perempuan itu bukan ancaman, melainkan sebuah mitra dan saling menopang dalam menjalankan roda kehidupan ini, baik dalam rumah tangga maupun sosial.
“Jika perempuan dan pria bersatu akan saling memberikan kekuatan dan menutup kekurangan satu sama lain. Jadi jangan pernah anggap perempuan itu sebuah ancaman, melainkan sebagai mitra dan saling menopang antara yang dengan lainnya,” ujar Aktivis Perempuan Sumenep ini.
Ia menambahkan, dalam era Milenial, perempuan itu harus menjadi mahluk multi talent, yakni menjadi pendamping, ibu dan dirinya sendiri, sehingga pada beberapa tugas dan tanggungjawabnya, dia tidak boleh sebagai warnanya sebagai perempuan.
“Ketika perempuan menyadari dengan warnanya sendiri, maka membagi kasih dan sayang kepada orang-orang terdekatnya itu merupakan kebutuhan batin tersendiri bagi seorang perempuan, jadi tidak perlu dikhawatirkan akan terjadi perjalanan di luar rel yang mengakibatkan perempuan lupa pada kodratnya,” pungkasnya. (red)
Comment