Jakarta, News Satu, Rabu 2 Juli 2025- Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, angkat bicara soal rencana pemerintah menerapkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi pedagang di e-commerce. Senator cantik DPD RI asal Jatim ini menilai, kebijakan ini harus dijalankan dengan prinsip keadilan dan transparansi, agar tidak justru menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional.
“Kami mendukung upaya peningkatan kepatuhan pajak. Tapi penerapannya harus adil dan tidak membebani pelaku usaha lokal, terutama UMKM digital,” tegas Ning Lia, sapaan akrabnya, Rabu (2/7/2025).
Menurut Keponakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ini, ekosistem digital Indonesia yang kini menopang jutaan UMKM justru terancam jika kebijakan pajak dilakukan tanpa perhitungan matang.
“UMKM lokal jangan sampai jadi korban. Sementara perusahaan digital asing seperti Google, Meta, TikTok, dan Amazon justru masih menikmati pasar Indonesia dengan kontribusi pajak yang minim,” jelasnya.
Lia menyebut selama ini perusahaan asing tersebut hanya membayar PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar 11%, tanpa kewajiban PPh yang setara dengan keuntungan yang mereka bawa ke luar negeri. Ning Lia mendorong pemerintah merumuskan kebijakan pajak digital secara komprehensif, tidak sekadar menambah beban fiskal pelaku usaha lokal.
“Kalau perlu kita adopsi langkah Kanada yang menerapkan Digital Services Tax (DST) kepada perusahaan asing dengan omzet global tinggi,” ujar Senator yang meraih suara hamper 3 juta di Jatim ini.
Ning Lia menekankan pentingnya transparansi penggunaan dana pajak. Ia mencontohkan model Finlandia yang mampu membangun kepercayaan publik dengan sistem pajak tinggi, namun disertai penjelasan yang akuntabel.
“Kalau pemerintah bisa tunjukkan dengan jelas manfaat pajak untuk masyarakat, saya yakin kepercayaan publik akan naik. Tanpa transparansi, masyarakat justru skeptis,” tandas tokoh muda Nahdliyin ini.
Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan kebijakan ini bukan pengenaan pajak baru, tetapi penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22 dari pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. Namun, asosiasi marketplace meminta sosialisasi teknis diperjelas, agar pelaksanaannya tidak menimbulkan kerancuan di lapangan. (Kiki)
Comment