HEADLINEHUKUMNEWS

Kasus Dugaan Kristenisasi, Advokat Muslim Datangi Polres Sumenep

×

Kasus Dugaan Kristenisasi, Advokat Muslim Datangi Polres Sumenep

Sebarkan artikel ini
Kasus Dugaan Kristenisasi, Advokat Muslim Datangi Polres Sumenep
Kasus Dugaan Kristenisasi, Advokat Muslim Datangi Polres Sumenep

News Satu, Sumenep, Kamis 30 Maret 2017- Kasus pemberian bingkisan kepada anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang berisi atribut dan ajaran kristen yang dilakukan Yayasan Sejahtera Bangsa Mulia (YSBM) terus mendapatkan perhatian publik. Bahkan Aliansi Advokat Muslim (AAM) NKRI  juga turun tangan untuk mendampingi pelapor dalam tersebut.

Sebab, Pemberian bingkisan tersebut sudah jelas ada misi kristenisasi terhadap siswa SD yang sudah beragama, apalagi dalam lebel yang bertuliskan “Operation Christmas Child (OCc)” yang merupakan upaya kristenisasi jaringan Internasional.

“Kegiatan tersebut sudah jelas karena dalam labelnya adalah OCC, jadi pasti ada sasaran dan target.  Tidak mungkin tiba-tiba memberikan bingkisan itu jika tidak ada sesuatu yang sudah jelas menjadi target dan ada sasaran,” tegas Ketua Aliansi Advokat Muslim NKRI (AAM- NKRI), Drs. A. Al Katiri , SH, MBA, Kamis (30/3/2017).

Ia mengatakan, dilihat dari isi bingkisan yang diberikan tersebut, seperti berisi buku ajaran Kristen, atribut kristen, sudah jelas sifatnya membujuk anak-anak yang sudah beragama.

“Membujuk itu tidak harus dengan lisan, melainkan dengan memberikan bingkisan tersebut sudah jelas namanya membujuk, apalagi sampai ada lebel bertuliskan Operation Christmas Child (OCC),” ucapnya.

Oleh karena itu, kasus dugaan adanya Kristenisasi terhadap siswa SD di Sumenep dinilai telah terjadi melawan hukum. Berdasarkan UU No. 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak yang diubah dengan UU No. 35 tahun 2014, pasal 86a.

Isi dari pasal tersebut, “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut belum berakal dan belum bertanggung jawab sesuai dengan agama yang dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta (seratus juta rupiah)“.

Aturan lain yang dapat dijadikan sandaran hukum, yakni SKB/ surat kesepakatan bersama menteri dalam negeri dan menteri agama No. 1 Pasal 4 tahun 1979 dan UU IT tahun 2008 Bab 3 ayat 1 dan 2.

“Dalam UU Perlindungan anak sudah jelas ancaman hukumannya lima (5) tahun penjara, karena didalam aturan itu sudah jelas disebutkan tidak boleh menyiarkan agama bagi yang sudah beragama,” ungkapnya.

Ia menambhakan, dalam gelar perkara yang dilakukan Polres Sumenep, UU dan pasal-pasal tersebut tidak dimasukkan.

“Melalui gelar perkara tadi, kami selaku kuasa hukum pelapor menyampaikan agar di Masukkan. Pak kapolres berjanji akan melakukan kajian lagi dan akan memasukkan UU tersebut,” ujarnya.

Selain itu, Drs. A. Al Katiri , SH, MBA menyebutkan bahwa Dinas Pendidikan (Diknas) Sumenep tidak dapat cuci tangan dalam kasus pemberian bingkisan atribut kristen ini, karena dalam kasus tersebut Dinas Pendidikan juga bisa disebut ikut serta. Bahkan pihaknya menganalogikan seseorang yang dititipi barang. Kemudian terjaring razia oleh polisi dan ternyata barang titipan itu adalah narkoba.

“Bagaimana mau bilang tidak tahu dengan barang itu, polisi tentu akan menerapkan pasal ikut serta atau bisa jadi lebih berat. Sama saja dengan kasus ini, bagaimana melakukan sosialisasi jika Dinas Pendidikan tidak tahu materi sosiliasasinya,” tukasnya.

Oleh karena itu pihaknya meminta tim penyidik Polres Sumenep harus bersikap profesional dan proporsional dalam menangani kasus tersebut. Bahkan ia mengatakan tidak akan berhenti sampai di Polres Sumenep dalam mengawal kasus ini, dan akan melakukan upaya lain dalam mengawalnya.

“Kita lihat perkembangan yang dilakukan Polres Sumenep,” pungkasnya.

Sementara, Kapolres Sumenep, AKBP H Joseph Ananta Pinora, saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih akan melakukan kajian terhadap pasal yang disampaikan oleh Aliansi Advokat Muslim NKRI tersebut. Jika nanti ditemukan adanya pelanggaran hukum dalam kasus kristenisasi yang melibatkan tiga institusi tersebut, pihaknya akan bertindak tegas untuk menegakkan supremasi hukum.

“Masih akan kita kaji dulu. Jika terbukti ada pelanggaran hukum, maka kita akan bertindak tegas,” katanya.

Perlu diketahui, kegiatan sosialisasi wawasan kebangsaan oleh DHC 45 Sumenep bersama yayasan SuBM di sejumlah sekolah mendapat kecaman dari masyarakat muslim Sumenep. Pasalnya, bingkisan gratis yang diberikan pada siswa ternyata berisi atribut kristen dan meresahkan wali murid. Kegiatan sosialisasi itu sontak menuai protes dari masyarakat muslim Sumenep dan meminta aparat kepolisian menarik semua bingkisan yang telah disebarkan.

Sosialisasi Wasbang itu rencananya akan dilaksanakan selama tiga hari yakni 21-23 Februari 2017 dengan target 12 Sekolah Dasar. Namun karena mendapat kecaman dan protes dari masyarakat akhirnya pemberian bingkisan berikut kegiatan sosialisasinya dihentikan.

Kemudian pada Jumat (24/2/2017) Polres Sumenep bersama Gerakan Ulama Indonesia dan Dewan Harian Cabang (DHC) 45 membuka kardus yang disebarkan Yayasan Sejahtera Bangsa Mulia (YSBM) dengan kedok sebagai hadiah bagi siswa yang telah ikut Sosiliasai Wawasan Kebangsaan (Wasbang).

Setelah dibuka, kardus tersebut berisi berisi sebuah buku dengan judul “Holly Bible” dan kalung salib. Selain itu, petugas kepolisian dan GUI Sumenep juga menemukan boneka berbentuk anjing, ala-alat sekolah, perlengkapan mandi, dan beberapa makanan diduga telah kadaluarsa. (Ozi)

Comment