News Satu, Sumenep, Sabtu 16 Juli 2022- Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, merupakan sebuah daerah yang berada di ujung timur pulau Madura. Kabupaten yang memiliki 126 pulau baik besar maupun kecil, serta sebagai daerah penghasil Migas, ternyata merupakan salah satu kantong Kemiskinan di Jawa Timur.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur (Jatim), Sumenep sejak tahun 2019 terus mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin. Terhitung, di tahun 2019, jumlah penduduk miskin mencapai 211,88 ribu jiwa, 2020 sebanyak 220,23 ribu jiwa dan tahun 2021 meningkat lagi menjadi 224,73 ribu jiwa.
Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Syaiful Harir mengatakan, angka kemiskinan masih tinggi sekitar 20,18. Seharusnya, Kabupaten yang memiliki ladang Minyak dan Gas (Migas) ini, tidak menjadi kantong kemiskinan di Jawa Timur.
“Sangat ironis sekali, jika kabupaten yang kaya dengan potensi Migas dan Sumber Daya Alam (SDA), malah menjadi kantong kemiskinan di Jawa Timur. Bahkan masyarakat Sumenep ini, seperti anak ayam mati dilumbung padi,” ujarnya, Sabtu (16/7/2022).
Lanjut Ayink sapaan akrab dari Syaiful Harir, di Sumenep ini ada beberapa perusahaan Migas yang telah beroperasi , seperti Santos atau Medco, HCML dan KEI. Bahkan tiga perusahaan migas tersebut sudah melakukan eksploitasi, namun ternyata pengelolaan DBH-nya tidak berjalan sehat.
“Sudah dari tahun 1993 KEI sudah beroperasi, namun hingga saat ini masih belum jelas berapa Dana Bagi Hasil (DBH) migasnya dan Corporate Sosial Responsibility (CSR). Bayangkan jika DBH dan CSR-nya jelas, maka tidak mungkin angka kemiskinan di Sumenep akan tinggi,” tandasnya.
Selain itu, Ayink juga menilai ada yang salah dari pemerintah dalam pengelolaan Migas. Sebab sebagai penghasil Migas terbesar di Madura ini, seharusnya masyarakat kabupaten Sumenep lebih sejahtera. Akan tetapi fakta dilapangan malah masyarakat yang dirugikan, akibat dampak dari eksplorasi dan eksploitasi dari migas tersebut.
“Jika pemerintah daerah serius dalam mengelola CSR dan DBH, pasti masyarakat akan lebih sejahtera. Namun fakta dilapangan ternyata masih banyak masyarakat Sumenep yang belum sejahtera,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah daerah lebih cerdas dan transparan dalam pengelolaan DBH migas dan CSR. Sebab selama ini pihaknya menilai pemerintah daerah terkesan menutupi hasil migas yang di kelola oleh tiga perusahaan migas.
“Saya berharap, pengelolaan migas di Sumenep lebih transparan dan tidak ada yang di tutup-tutupi, namun jika hal itu terus terjadi, maka sampai kapanpun masyarakat Sumenep tidak akan pernah sejahtera,” pungkasnya. (Zalwi)
Comment