News Satu, Sampang, Kamis 24 September 2020- Kirap bertema ‘Ter-ater Tajin Sappar’ atau mengantarkan bubur bulan safar, digelar Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Selasa Pagi. Itu, memiliki nilai filosofis dalam mewujudkan rasa kebersamaan dan saling berbagi.
Nampak, didalam barisan peserta mengenakan pakaian khas Madura. yakni untuk Pria mengenakan baju Pessak sedangkan, barisan perempuan memakai baju Marlena. Selama perjalanan, mereka juga menampilkan tarian tradisional dengan musik saronin, sambil menaiki kereta delman.
Acara yang diprakarsai Komunitas Madoera Tempo Doeloe ini, menjadi bukti bahwa generasi muda budaya tetap menjunjung tinggi nilai sejarah warga Madura. Meski, sudah dijaman globalisasi dan digital.
Ringkas kata, saat di Pendopo Agung Trunojoyo Sampang, alunan musik kesenian Madura seketika terhenti, suasana kembali hening. Hal ini karena salah satu perwakilan rombongan peserta ingin menyampaikan ‘Parsemon’ alias sentilan atau pantun tradisi Madura.
Sejurus kemudian, terjadi dialog antara 2 orang yang saling sahut satu dengan lainnya. inilah yang disebut Bhuka’ Bleber. Dimana, saling lempar pantun khas Madura. Itu, antara Ki Ageng H. Daiman dan Santana neng Mandhapa Bupati Sampang.
Pasca prosesi Parsemon itu, barulah peserta kirap diperkenankan memasuki Pendopo Bupati. Berikut berbagai hantaran, bubur Sappar juga turut disuguhkan lengkap dengan makanan khas pulau garam lainnya.
Perwakilan Madoera Tempo Doeloe, Bustomi, menerangkan ada nilai tersirat yang terkandung dalam prosesi kirab Ter ater Tajin Sappar itu. Antara lain, sebagai wahana memelihara dan melestarikan nilai sejarah dan kearifan lokal budaya Madura. Sehingga secara turun temurun akan diteladani anak cucu kita sebagai suku Madura. Bahkan, secara tak langsung, menjadi ketuk tukar untuk menteladani pahlawan asli Madura juga.
“Zaman dulu saat bertamu dan mengungkapkan sesuatu selalu menggunakan Parsemon atau kata kiasan, agar lebih santun dan meresap di hati. ini kombinasi nilai agama, tradisi dan kearifan lokal,” katanya, Kamis (24/9/2020).
Dalam sejarah, katanya, saat jaman Kerajaan Majapahit, Tajin Sappar identik dengan warna merah putih. Hal ini jika kita identikkan dengan jaman sekarang sama dengan bendera Dwi Warna kenegaraan Indonesia. Yang maknanya tentang patriotisme, merah itu keberanian jiwa dan putih simbol kesucian hati.
Sementara itu, Bupati Sampang, H. Slamet Junaidi mengapresiasi kegiatan yang sarat makna filosofis itu. Bahkan pihaknya juga merasa perlu melestarikan nilai sejarah Madura. khususnya Budaya Tajin Sappar tersebut di Sampang. Sebab, mengingatkan warga tentang nilai kebersamaan dan saling berbagi antar sesama.
“Kedepan kita akan melestarikan berbagai budaya Madura khususnya di Sampang. kita angkat budaya, agar anak cucu kita, tidak lupa dengan sejarah,” tukasnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah mengusulkan Pangeran Trunojoyo sebagai pahlawan nasional. Sebab, berbagai jasa dan perlawanan yang dilakukan pejuang asal Madura itu sangat fundamental. Termasuk juga, Kyai Kholil yang dinilai menjadi ulama jujukan tokoh nasional yang memiliki karomah tersendiri, meski berasal dari Bangkalan, Madura.
“Kami sudah mengusulkan dan akan perjuangkan itu. Koordinasi sudah dilakukan dengan Kemensos RI. Itu sesuai wewenangnya di pemerintah pusat,” pungkasnya. (Yud)
Comment